Minggu, 18 Desember 2011

SELAKSA CINTA PILU

SELAKSA CINTA PILU
Hembusan angin menerpa tubuh danau toba hingga membuat danau tersebut sedikit bergelombang. Aku dan kekasihku Fajar tidak henti-hentinya memuja keindahan Danau Toba yang begitu mempesona, dalam bisik kuucapkan sungguh ajaib Tuhan yang telah menciptakan danau itu. Danau Toba merupakan suatu objek wisata yang memiliki keindahan yang sangat luar biasa, mempesona, udara yang masih segar, pemandangan yang indah dan siapa saja yang melihatnya pasti terkesima dan merasa nyaman tinggal di tempat itu. Bahkan akan terkagum-kagum seperti kami melihat panorama alam yang menjulang luas di sekitar Danau Toba.
Aku menyandarkan tubuh kebahu kekasihku kemudian ia pun mengelus-elus kepalaku. Di danau itu Fajar mengucapakan janji bahwa ia akan selalu setia dan takkan pernah meninggalkan aku serta cinta yang telah kami bina. Aku semakin tenang dan damai bila berada disamping kekasihku karena ia tahu apa yang kuinginkan dan ia juga selalu perhatian.
Setelah puas menikmati paronama itu kami beranjak pulang ke Medah karena jam sudah menunjukkan pukul 16.00 WIB. Berat rasanya meninggalkan tempat itu namun, kami harus tetap pulang. Kami pulang dengan mengendarai sepeda motor dalam perjalanan udara terasa sangat dingin menusuk tulang-tulang hingga sekali-kali menggigil kedinginan hal ini menyebabkan kekasihku agak gemetaran ketika membawa sepeda motornya dan tiba-tiba dari belakang ada sebuah truk yang menyerempet dari samping sepeda motor kami hingga kami terjatuh di jalan raya, ingin rasanya aku membuka mata tetapi aku tak mampu dan aku pun tidak tahu apa yang terjadi setelah itu.
Ketika aku membuka mata, aku merasa bingung karena aku melihat seorang dokter berdiri disampingku dan barulah aku teringat bahwa semalam kami kecelakan ketika mau pulang ke Medan kemudia aku teringat dengan kekasihku dan aku pun menayakannya pada dokter.
Dok, temanku yang semalam kecelakaan dimana dok dan giman keadaanya?
Oh, ia dirawat diruang UGD. Sahutnya
Dengan langkah yang agak berat aku pun menuju ruang rawat kekasihku, ketika melihat keadaanya tak terasa air mata telah membanjiri pelupuk. Sekujur kaki, tangan dan wajahnya di perban karena penuh dengan luka. Siang harinya ibu kekasihku datang kerumah sakit tempat kami dirawat, dengan tatapan yang sinis ibunya memandang aku tanpa menyapa. Aku tersenyum pada ibunya tetapi ia malah buang muka seakan-akan akulah dalang dibalik kejadian itu. Namun aku tetap berusaha untuk tegar menjalaninya.
***
Tak terasa sudah tiga hari lamanya kekasihku dirawat dan belum ada tanda-tanda untuk sembuh, aku sedih melihatnya dan setiap malam aku selalu mendoakannya agar dalam lindungan Tuhan sebab aku sangat mencintainya bahkan terlalu mencintainya. Aku beranjak pergi keluar dari ruang rawat, rencana ingin menikmati udara segar diluar sambil menatap kekosongan diri aku menerawang jauh kesudut Danau Toba, kembali teringat olehku beberapa hari yang lalu kami masih meajut cinta bersama tapi kini telah berubah menjadi bencana memilukan.
Hari keempat kami telah diperbolehkan pulang ke Medan, hal ini tentu membuat aku senang tetapi ada hal yang pilu kurasakan ketika kekasihku tidak bisa berjalan seperti layaknya manusia biasa atau dia kini telah lumpuh. Aku turut prihatin dengan keadaanya dan ketika ku tatap wajahnya yang sayu itu seolah-olah ia berusaha untuk tersenyum tapi senyum itu hambar rasanya.
Tak terasa kami sudah sampai di Medan, lama rasanya di perjalanan karena dalam mobil tak ada suara bahkan ibunya Fajar pun hanya diam sambil memandang hamparan pemandangan sekitar Parapat-Medan. Sempat tadi dalam mobil kusapa ibunya Fajar tetapi ia tidak memberikan respon terhadap aku, melihat hal ini aku menjadi bingung harus berbuat apa dan kusimpulkan sendiri mungkin lebih baik berdiam diri. Sesampai di rumah Fajar kami turun, kemudian ibunya Fajar berkata “lebih baik kamu pulang saja” imbuhnya.
Ia bu” sahutku
Aku tak dapat berkata apa-apa lagi selain menuruti kata-kata ibunya Fajar. Aku belum sempat permisi sama Fajar karena ia langsung dibawa masuk oleh ibunya. Melangkahkan kaki dari rumah itu berat sekali karena aku tidak dapat merawat bahkan berkunjung untuk melihat kekasihku sendiri, aku merasa terpukul dan kehilangan kebahagiaan yang telah kurajut bersama dengan Fajar.
Dua bulan telah berlalu, aku tidak mendapatkan kabar apa-apa tentang kekasihku. Pernah kucoba ke rumahnya tetapi rumah itu tertutup hingga aku tak bisa melihat Fajar. Dalam malamku selalu kulantunkan doa agar kekasihku beroleh kesehatan dan kembali seperti dulu lagi karena aku rindu masa-masa dulu ketika aku bersamanya dan aku ingat betul janji kami di danau toba, bahwa ia tidak akan pernah meninggalkan aku. Rasa rinduku padanya tak bisa ku pendam lagi dan aku pun memberanikan diri untuk masuk ke rumahnya dan setelah sampai disana.
“kamu mau ngapain lagi kemari?”. Kata ibu Fajar
Maaf bu, saya sudah lancang datang kemari tetapi saya ingin melihat Fajar bu, aku sangat mencintainya bu, tolong jangan larang saya untuk menjenguknya bu, aku mohon bu “ isakku sambil berlutut.
Aku menceritakan awal kejadian yang menimpa kami dalam perjalanan. Akhirnya hati ibu Fajar pun luluh dan ia menangis, melihat ibu Fajar menagis aku pun menjadi ikut menagis. Aku memeluk tubuh ibu itu dan seraya menghapus air matanya.
Bu bisakah aku melihat keadaan Fajar? Tanyaku
Nak, kamu harus tahu hal ini, tiga hari yang lalu Fajar telah pergi meninggalkan dunia, dia sudah lain dunia dengan kita“ isaknya
Aku terkejut mendengar hal itu, tak terasa air mata kini telah membanjiri pelupuk. Ingin rasanya aku berteriak tetapi aku tak mampu, badanku terkujur lemas dn aku tak tahu lagi apa yang terjadi padaku saat itu karena aku pingsan. Ketika aku membuka mata aku melihat ibunya Fajar ada disampingku dan ian pun minta maaf padaku karena selama ini ia melarang aku untuk menjumpai Fajar padahal selama ini Fajar juga ingin bertemu dan ia juga sangat merindukanku.
Beberapa saat kemudian aku minta ijin untuk pulang, setelah sampai di rumah aku menangis lagi karena teringat akan janji kami bahwa Fajar tidak akan pernah meninggalkan aku. Aku juga teringat pada saat aku terkhir bertemu Fajar dan itulah senyum terakhir yang bisa kulihat. Keesok harinya aku pergi ke parapat dan duduk ditempat dimana aku dan Fajar berjanji, aku lemah ketika aku membayangkan semuanya tetapi seakan-akan bisikan serta riakan air Danau Toba memberikan semangat padaku agar aku jangan putus asa.

APA TELENTAMU?

APA TELENTAMU?
Karya feronika hutahaean

Semua manusia yang lahir di dunia ini telah memiliki talenta masing-masing. Begitu juga dengan anda, ada yang memiliki satu talenta, dua telenta bahkan lima telenta. Namun tidak semua manusia itu memanfaatkan dan mengembangkan talenta yang ia miliki. Terkadang ada rasa malu atau merasa dia tidak memiliki talenta tersebut sehingga ia mengubur talenta yang ia miliki dan jika hal itu terjadi maka akan memberikan dampak negatif bagi dirinya sendiri.
Jika kita tidak mengembangkan talenta kita maka Tuhan juga akan marah pada kita seperti yang dipaparkan oleh injil Tuhan pada kitab suci yaitu yang tertulis pada Matius 25: 14-30. Dalam injil tersebut bertemakan “perumpamaan tentang talenta” dijelaskan bahwa sebab hal kerajaan sorga sama seperti seorang yang mau bepergian keluar negri, yang memanggil hamba-hambanya dan mempercayakan hartanya kepada mereka. Yang seorang diberi lima telenta, dan yang seorang dua talenta, dan yang satu lagi satu talenta. Pergilah hamba yang mendapat lima talenta untuk menjalankan uang itu dan mendapatkan laba lima telenta dan hamba yang mendapat dua telenta tersebut juga menjalankan uang itu dan mendapatkan laba dua talenta, namun hamba yang menerima satu talenta itu menggali lobang di dalam tanah dan menyembunyikan uang tuannya. Pada saat tuan mereka telah pulang maka mereka pun mengadakan perhitungan, hamba yang menerima lima talenta itu datang dan membawa laba lima talenta yang ia dapatkan maka tuannya pun merasa senang dan ia menyuruh masuk dan turut dalam kebahagaiaan tuannya begitu juga dengan hamba yang memiliki dua talenta. Lalu datanglah hamba yang menerima satu talenta dia menuntut banyak kepada tuannya dan mengatakan kalau tuannya itu kejam yang menuai ditempat dimana tuannya itu tidak menabur dan memungut dimana ia tidak menanam oleh sebab itulah ia takut dan pergi menyembunyikan uang tuannya tersebut dan mengembalikannya maka tuannya pun marah sebab hambanya ini malas serta jahat dan tuannya pun mengambil uang tersebut dan diberikan kepada orang yang mau menjalankannya ia mencampakkan hamba yang tidak berguna tersebut kedalam kegelapan yang paling gelap.
Oleh sebab itu saudara sekalian sudilah kiranya kita mengembangkan apa talenta yang ada pada diri kita masing-masing kita menyumbangkannya kepada orang lain terlebih kepada Tuhan, saya berikan contoh ketika anda pandai bernyanyi maka bergabunglah dengan paduan suara yang ada di gereja atau di sekitar anda dan jangan biarkan talenta anda tersebut tertanam dalam jiwa anda. Saya yakin bahwa anda adalah orang yang memiliki banyak talenta maka mintalah kepada Tuhan agar membantu kita dalam mengembangkan talenta itu. Tetaplah berusaha, berdoa dan bersyukur sebab anda adalah orang yang memiliki banyak talenta.

ADVEN: MENANTI YESUS DALAM KEPASTIAN

ADVEN: MENANTI YESUS DALAM KEPASTIAN
Dalam rangka menyambut Natal, hari lahir Sang Juruselamat seluruh umat katolik tanpa terkecuali harus terlebih dahulu melewati masa adven. Adven atau hari-hari penantian Yesus yang berlangsung selama empat pekan sesungguhnya menjadi saat yang tepat bagi setiap umat Katolik untuk membuat persiapan yang matang menyosong kelahiran sang Penyelamat.
Tepat pada tanggal 30 September 2011 di jalan Sering, No. 100 A, mahasiswa katolik Universitas Negeri Medan (UNIMED) melakukan sermon yang biasanya terlaksana setiap hari rabu. Kesadaran kaula muda katolik UNIMED akan pentingnya pemahaman masa Adven, mendorong mereka untuk mengambil tema Adven untuk sermon kali ini. Hadir sebagai pendamping dalam pendalaman tentang masa Adven itu adalah pastor Thomas Raga, CMF.
Dalam kesempatan pendalaman iman yang diikuti dengan share pengalaman iman ala kaum muda itu, muda-mudi katolik UNIMED “mendapati” diri mereka bahwa iman sejati seharusnya ditopang dengan pemahaman tentangnya termasuk tradisi liturgis dalam Gereja Katolik. Tema masa adven dibongkar bersama oleh kaula muda katolik UNIMED yakni sejarah dan pengertian masa Adven; Tujuan Masa Adven; pesan masa adven, serta penjelasan secara rinci mengenai minggu masa adven yang terdiri atas 4 Minggu yaitu Minggu Adven I: menjelaskan pewartaan tentang kedatangan Tuhan kembali dan ajakan untuk berjaga-jaga, Minggu Adven II: pewartaan tentang kotbah Yohanes Pembaptis mengenai ajakan untuk bertobat, Minggu Adven III: Minggu Gaudette, minggu yang memiliki suasana kegembiraan, menampilkan kembali tokoh Yohanes Pembaptis sebagai perintis atau pembuka jalan bagi kedatangan Yesus, Minggu Adven IV: Mengisahkan peristiwa-peristiwa menjelang kelahiran Yesus. Arti korona adven dengan daun cemara atau pinus dihiasi empat batang lilin (tiga ungu dan satu berwarna merah muda) menjadi simbol kehidupan yang kekal. Selain itu juga dipilih daun pinus atau cemara yang tidak kunjung putus menandakan keabadian cinta Yesus penyelamat manusia. Pendalaman iman bersama kaula muda UNIMED juga bermuara pada pentingnya sakramen tobat untuk menyambut Natal.
Adven adalah saat penantian aktif bukan sebuah penantian tanpa harapan dan kepastian. Yesus yang sudah datang dan akan datang kembali secara sacramental, suci adanya. Berhadapan dengan Pribadi Yesus yang suci, setiap orang yang menyambutnya sudah seharusnya bersih dari kedosaan dan salah satu jalan untuk itu yakni melalui sakramen tobat. Sakramen tobat dengan daya penghapusan dosa dan penguatan untuk bebas dari godaan untuk berdosa seharusnya disadari oleh setiap umat katolik. Memang ketika melakukan sakramen tobat, kemungkinan akan berbuat dosa lagi tetap ada namun setidaknya dosa tak terhitung yang diperbuat sebelumnya sudah diampuni. Ketika merayakan natal tanpa dilakukan sakramen tobat terlebih dahulu maka perayaan itu akan setengah-setengah karena masih berlumur dosa. Ibarat baju ataupun jubah putih, jika direndam maka akan tampak kotoran yang ada dan melekat dibaju tersebut demikian juga dengan diri manusia jika tidak direfleksikan dan disucikan. Oleh sebab itu, manusia perlu seperti baju putih tersebut supaya bersih dan dapat dipakai lagi maka dicuci kembali sehingga orang yang melihat dan dekati merasa nyaman dan tidak menghindar. Maka dibutuhkan sakramen tobat sebagai penghapusan dosa dan sekaligus penguatan dalam menghadapi godaan untuk berdosa.
Setelah pastor Thomas Raga, CMF selesai memaparkan penjelasannya acara dilanjutkan dengan sesi share dan tanya jawab antara mahasiswa dan pastor, banyak yang bertanya pada pastor sehingga pemahaman yang diperoleh maksimal. Diakhir perjumpaan iman Pastor Thom berpesan sejalan dengan pesan Paus Benediktus XVI untuk kaum muda-mudi: “ Jangan pernah merasa malu akan Kristus karena Kristus tidak pernah merasa malu dengan anda ketika Ia merendah lahir dalam sebuah palungan”. Sermon pun ditutup dengan doa. Semoga iman kekatolikan kaula muda lebih berkembang untuk kedepannya dan selamat merayakan Natal 25 Desember 2011. (Feronika Hutahean, Mahasiswa UK_KMK St. Martinus UNIMED)

Kamis, 10 November 2011

PEMBINAAN BAHASA INDONESIA, DAERAH DAN ASING DI INDONESIA

PEMBINAAN BAHASA INDONESIA, DAERAH DAN ASING DI INDONESIA

DISUSUSUN
OLEH
KELOMPOK 14 DIK REG A 2010


DEWI AGUS FERNITA GINTING 2103111014
FERONIKA HUTAHAEAN 2102111009
MONALISA F. SIANTURI 2103111041











PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2011
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini. Walau masih terdapat kekurangan dari berbagai aspek.
Makalah ini berisikan tentang informasi mengenai Pembinaan Bahasa Indonesia, Daerah, dan Asing. Yang kiranya dapat membantu kita dalam pemahaman maupun penggunaanya di lapangan.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Kami berharap pembaca dapat meberi saran dan keritik yang membangun.

Medan, Nopember 2011





Penyusun
















DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
PENDAHULUAN 1
ISI 2
PENUTUP 11
DAFTAR PUSTAKA 12


























BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masyarakat Indonesia termasuk ke dalam masyarakat multilingual, yang secara langsung juga merupakan konsekuensi dari adanya latar belakang budaya yang berbeda di tiap Daerah. Adapun multilingual itu sendiri mempunyai pengertian sebagai berikut ; pertama, penguasaan yang sama baik atas dua atau lebih bahasa ; kedua pemakaian dua bahasa secara bergantian. Berdasarkan kedua batasan tersebut, kita dapat memahami bahwa dalam masyarakat Indonesia, selain mereka menguasai bahasa ibu (Daerah) masing-masing etnis, mereka juga menguasai bahasa Indonesia, atau mungkin bahasa Daerah di luar bahasa mereka, ditambah lagi dengan penguasaan bahasa asing. Dengan adanya kenyataan bahwa masyarakat Indonesia termasuk ke dalam masyarakat bilingual, walaupun ada sebagian kecil yang multilingual itulah, maka harus dipertimbangkan aspek-aspek pada kedudukan dan fungsi bahasa, baik itu bahasa Indonesia maupun bahasa Daerah
Pada tahun 1928 itu bahasa Indonesia dikukuhkan kedudukannya sebagai bahasa nasional dan pada tahun 1945 secara konstitusional, seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, Bab XV, Pasal 36 dikukuhkan sebagai bahasa Negara.


















BAB II
ISI
Sejarah Singkat Bahasa Indonesia
Sejak ditetapkan sebagai bahasa persatuan, bahasa Indonesia terus mengalami perkembangan. Lebih-lebih setelah pemerintah secara resmi mengangkatnya sebagai bahasa nasional dan bahasa negara, pemakaian bahasa Indonesia menjadi lebih luas. Bahkan, hampir semua bidang kehidupan di negeri ini menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar perhubungan.
Sebagai alat komunikasi dan interaksi, bahasa Indonesia tidak mungkin menghindari kontak dengan bahasa-bahasa lain, termasuk dengan bahasa daerah. Sebagaimana kita ketahui, bahasa daerah yang ada di negeri kita ribuan jumlahnya. Demikian pula masuknya bahasa asing sebagai konsekuensi perkembangan global, tidak mungkin kita hidari. Justru bahasa daerah dan bahasa asing tersebut dapat memperkaya bahasa Indonesia terutama dari segi perbendaharaan kata (Badudu, 1979:7, dalam Warsiman, 2007:1-2).
Sumpah pemuda 28 Oktober 1928, merupakan awal dari ketetapan bahasa Melayu secara de facto diangkat sebagai bahasa nasional. Pengangkatan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional didasarkan atas: 1) bahasa Melayu sudah lama menjadi lingua franca di kepulauan Nusantara; 2) bahasa Melayu memiliki sistem yang sederhana; 3) bahasa Melayu mempunyai potensi untuk dikembangkan; dan 4) suku-suku lain di Indonesia dengan suka rela bersedia menerima bahasa Melayu sebagai bahasa nasional (Mustakim, 1994:12).
Kesepakatan menerima bahasa Melayu (bahasa Indonesia) menjadi bahasa nasional secara resmi (de yure) tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945, Bab XV, Pasal 36. Dalam pasal itu selengkapnya berbunyi, “Bahasa negara adalah bahasa Indonesia”. Sungguhpun bahasa Indonesia telah ditetapkan sebagai bahasa nasional, pemerintah tetap memelihara keberadaan bahasa-bahasa daerah sebagai bagian kekayaan budaya nasional.
Konsekuensi dari ketetapan itu, kedudukan bahasa Indonesia baik sebagai bahasa nasional maupun bahasa negara, pelestarian, pembinaan dan pengembangannya menjadi kewajiban bagi setiap warga negara yang merasa dirinya sebagai bangsa Indonesia. Tidak hanya itu, pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus dilaksanakan dengan mewajibkan penggunaannya secara baik dan benar.
Untuk mengakomodasi kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara, khususnya sebagai bahasa resmi di dalam kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta teknologi modern, pemerintah telah berupaya mengembangkan melalui lembaga-lembaga pendidikan mulai dari jenjang sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi.
Berdasarkan catatan sejarah sejak, pada tanggal 19 Agustus 1945, Presiden Soekarno membentuk dua belas kementerian, dan salah satu di antara lembaga kementerian itu adalah kementerian Pengajaran. Di bawah kementerian inilah pengajaran formal di sekolah-sekolah diselenggarakan (Rusyana, 1984:79).
Sebagai ketetapan mutlak dari pengejawantahan komitmen tersebut, bahasa Indonesia harus dipakai sebagai pengantar di setiap jenjang pendidikan yang diselenggarakan di seluruh tanah air. Sekalipun demikian, kedudukan bahasa daerah tetap berperan penting sebagai bahasa pengantar pada kelas-kelas awal, mengingat tidak semua anak negeri ini terlahir dengan menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama.
Upaya pembinanaan dan pengembangan bahasa Indonesia terus dilakukan. Sejak tahun 1938 hingga dewasa ini setidaknya telah delapan kali kongres bahasa diselenggarakan. Kebijaksanaan pembakuan bahasa, pedoman peristilahan, pedoman penyerapan dan sebagainya, terus dilakukan agar bahasa Indonesia mencapai kesempurnaan, dan dapat menunjukkan jati dirinya.
Ruang Lingkup Penelitian Pengajaran B. Indonesia
Berbicara tentang ruang lingkup penelitian pengajaran bahasa dan sastra Indonesia berarti berbicara tentang cakupan dan apa saja yang bisa dijadikan objek penelitian. Apapun bisa dijadikan objek penelitian, selagi hal itu dirasakan perlu dan bisa diteliti. Fenomena alam, benda-benda, kejadian-kejadian di sekitar kita, fakta-fakta, data-data, ataupun informasi tentang apa saja bisa dijadikan objek penelitian. Dalam bidang pengajaran bahasa dan sastra indonesia, rung lingkupnya bisa mencakup : aspek pengajarannya (guru, siswa, metode, materi, kurikulum, media, dll.); aspek bahasanya (fon, fonem, morfem, frasa, klausa, kalimat, paragraf, wacana); aspek sastranya (teori sastra, sejarah sastra, karya sastra, apresiasi sastra, ekspresi sastra, kerasi sastra); atau gabungan dari aspek-aspek tadi yaitu aspek pengajaran bahasa atau aspek pengajaran sastra.
Untuk program studi pendidikan bahasa, sastra Indonesia dan daerah, Ruang lingkup tersebut bisa dilihat sebagai bidang kajian penelitian bagi para mahasiswa untuk menyelesaikan tugas akhir atau penyusunan skripsi. Pada setiap bidang kajian terdapat banyak sekali topik-topik yang potensial dijadikan objek penelitian.
Bidang kajian pertama, yaitu pengajaran, meliputi unsur guru, siswa, materi atau bahan ajar, metode pembelajaran, teknik-teknik pembelajaran, kurikulum, sarana-prasarana, kepala sekola dan pengelola, lingkungan sosial dll. Unsur guru potensial dijadikan objek penelitian. Kedudukannya begitu penting, bisa dikatakan sebagai faktor utama dalam pendidikan. Topik-topik yang bisa digali dan dijaikan objek penelitian yang terkait dengan guru antara lain: tingkat pendidikan, latar belakang sosial ekonomi, penguasaan materi, penguasaan metode dan teknik , gaya mengajar, cara pandang guru terhadap siswa dll.
Bidang kajian yang terkait dengan materi atau bahan ajar sangat banyak. Setidaknya, kita bisa mengelompokkannya menjadi kelompok bahan ajar kebahasaan, kesastraan, keterampilan berbahasa, dan keterampilan bersastra. Bidang kebahasaan, mencakup kajian terhadap bunyi, ejaan, suku kata, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf, dan wacana. Setiap aspek tersebut bisa dipecah lagi menjadi topik-topik yang lebih spesifik. Misalnya, kajian bidang ejaan saja bisa dipecah lagi menjadi kaidah penulisan kata, huruf, tanda baca, angka dll. Untuk bidang kajian kata, bisa dipecah menjadi kata dasar, kata jadian. Untuk kata jadian, bisa dipecah lagi menjadi topik yang lebih spesifik seperti kata ulang, kata berimbuhan, dan kata majemuk. Penjabaran bidang kajian menjadi cabang, bahkan ranting (topik yang sangat spesifik) bisa kita lakukan untuk mencari dan memilih objek penelitian yang feasible (bisa) dilakukan untuk penulisan skripsi.
Bidang kajian yang menyangkut sastra juga sangat luas. Untuk bidang karya sastra saja, ada jenis puisi, prosa, dan drama. Setiap jenis bentuk karya tersebut beragam bisa dilihat dari bentuk formalnya, maupun masanya (sastra lana, baru, dan modern). Jumlah karya sastra seperti puisi, prosa, dan drama pun tidak terhitung jumlahnya. Itu semua bisa dijadikan topik kajian penelitian untuk skripsi.
Bidang kajian yang terkait dengan siswa, bisa dikaitkan dengan tingkat kompetensi siswa. Kompetensi tersebut bisa dikaitkan langsung dengan bahan ajar. Misalnya, penguasaan siswa dalam pelafalan huruf, penguasaan jenis-jenis morfem, penggunaan kata berafiks dalam kalimat, kemampuan menggunakan frasa, menyusun kalimat, merangkai paragraf, menyusun karangan dll. Setiap contoh bidang kaian tersebut bisa dijabarkan lebih detail lagi. Sebagai contoh, yang berkaitan dengan kemampuan mengarang, bisa dijabarkan berdasarkan jenis karangannya (deskripsi, eksposisi, argumentasi, narasi, dan persuasi) atau berdasarkan pola pengembangannya (kronologis, topikal, sebab-akibat, pemecahan masalah dll.).
Bidang kajian yang terkait dengan pembelajaran, antara lain pemilihan dan penggunaan model, strategi, metode, ataupun teknik pembelajaraan. Kita mengetahui bahwa banyak sekali model mengajar (sinektik, jigsau, inkuiri, dll.), metode mengajar (simulasi, tanya-jawab, ceramah, dll.), maupun teknik mengajar (bertanya, tugas, ceramah dll.) yang bisa dijadikan bahan eksperimen penelitian. Banyaknya variasi dan temuan-temuan baru tentang model, metode, dan teknik pembelajaran bisa kita jadikan topik penelitian.
Kedudukan dan Fungsi
Salah satu masalah kebahasaan yang perumusan dan dasar penggarapannya perlu dicakup kebijaksaan nasional di bidang kekbahasaan adalah fungsi dan kedudukan bahasa Indonesia.
Fungsi bahasa adalah nilai pemakaian bahasa yang dirumuskan sebagai tugas pemakaian bahasa itu dalam kedudukan yang diberikan kepadanya.
Kedudukan bahasa adalah status relative bahasa sebagai system lambing nilai budaya, yang dirumuskan atas dasar nilai social yang dihubungkan dengan bahasa yang bersangkutan.
1. Bahasa Indonesia
Kedudukan
~ Bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa nasional.
Fungsi
Di dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai;
1) Lambang kebangsaan nasional
2) Lambang identitas nasional
3) Alat pemersatu berbagai-bagai masyarakat yang berbea-beda latar belakang social budaya dan bahasanya
4) Alat perhubungan antarbudaya antardaerah.
~ Bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa Negara, bahasa
Fungsi
1) Bahasa resmi kenegaraan
2) Bahasa pengantar di dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintahan
3) Bahasa resmi di dalam pemngembangan; kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta teknologi modern.
2. Bahasa Daerah
Kedudukan
~ Di dalam hubungannya dengan kedudukan bahasa Indonesia, bahasa-bahasa seperti Bali, Batak, Bugis, Jawa, Makasar, Madura, dan Sunda, yang terdapat di wilayah Republik Indonesia sebaga bahasa daerah. Kedudukan ini berdasarkan kenyataan bahasa daerah itu adalah salah satu unsure kebudayaan nasional yang dilindungi oleh Negara sesuai dengan fungsi penjelasan pasal 36, Bab XV, Undang-Undang Dasar 1945.
Fungsi
Di dalam kedudukan sebagai bahasa daerah, bahasa-bahasa seperti Bali, Batak, Bugis, Jawa, Makasar, dan Sunda berfungsi sebagai:
1) Lambang kebanggaan daerah
2) Lambang indentitas daerah
3) Alat perhubungan di dalam keluarga dan masyarakat daerah.
~ Di dalam hubungannya dengan fungsi bahasa Indonesia, bahasa daerah berfungsi sebagai:
1) Pendukng bahasa nasional
2) Bahasa pengantar di sekolah, dan
3) Alat pengembangan serta pendukung kebudayaan daerah.
3. Bahasa Asing
Kedudukan
~ Bahasa-Bahasa seperti Inggris, Prancis, Jerman, Belanda, dan bahasa lainnya, kecuali bahasa Indonesia dan bahasa daerah serta bahasa Melayu, berkedudukan sebagai bahasa asing.Kedudukan ini berdasarkan aas kenyataan bahwa bahasa asing tertentu itu diajarkan di lembaga pendidikan pada tingkat tertentu, dan di dalam keudukan demikian, bahasa-bahasa asing itu tdak bersaing dengan bahsa Indonesia baik sebagai bahasa nasional maupun sebagai bahasa Negara, serta dengan bahasa-bahasa daerah baik sebagai lambing bilai social budaya maupun sebagai alat perhubungan masyarakat daerah.
Fungsi
Di dalam keudukan sebagai bahasa asing, bahasa-bahasa seperti Inggris, Prancis, dan Jerman berfungsi sebagai:
1) Alat perhubungan antarbangsa,
2) Alat pembantu pengemabngan bahasa Indonesia menjadi bahasa modern, dan
3) Alat pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi modern untuk pembangunan nasional.
Pembinaan dan Pengembangan
Yang dimaksud dengan pembinaan dan pengembangan dalam hubungannya dengan masalah kebahasaan di Indonesia adalah usaha-usaha dan kegiatan-kegiatan yang ditujukan untuk memelihara dan mengembangkan bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan pengajaran bahasa asing supaya dapat memenuhi fungsi dan kedudukannya.
Pembinaan dan pengembangan tidak hanya masalah bahasa belaka, juga masalah kesusasteraan karena kesusasteraan merupakan faktor penunjang perkembangan bahasa dan kebudayaan yang bersangkutan.
1. Bahasa Indonesia
Mengingat kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia maka pembinaan dan pengembangan
bahasa Indonesia adalah mutlak di dalam Negara republic Indonesia. Untuk itu harus dilakukan usaha-usaha pembakuan sebagai berikut:
1) Usaha pembakuan bahasa bertujuan agar tercapai pemakaian bahasa yang cermat, cepat, dan efisien dalam komunikasi’ dalam hubungan itu perlu ditetapkan kaidah-kaidah yang berupa aturan dan pegangan yang tepat di bidang ejaan, kosa kata, tata bahasa, dan peristilahan.
2) Dalam usaha pembakuan bahasa Indonesia perlu didahulukan bahasa tulis karena corak yanglebih tepat dan batas-batas bidang-bidangnya; selin itu diperlukan pula pembakuan lafal bahasa Indonesia sebagai pegangan bagi para guru, penyiar televise dan radio, serta masyarakat umum.
3) Pembakuan bahasa Indonesia perlu dilaksanakan dengan mengesahkan:
(1) Kodifikasi menurut situasi ragam dan gaya bahasa
(2) Kodifikasi menurut struktur bahasa sebagai system komunikasi yang menghasilkan tata bahasa dan kosa kata serta peristilahan yang baku
(3) Tersedianya saran pembakuan seperti kamus, ejaan, kamus umum, buku tata bahasa, pedoman umum ejaan, pedoman pembentukan istilah, dan pedoman gaya tukis menulis.
(4) Kerja sama dengan para ahli bahasa guru, wartawan, penyiar radio dan televise, sastrawan, cendikiawan, lembaga-lembaga pendidikan, badan pemerintahan dan swasta, serta masyarakat umum.
(5) mempertahankan peran dan fungsi bahasa Indonesia tetap menjadi bahasa resmi negara dan bahasa bangsa Indonesia saat ini yaitu dengan membina penggunaan bahasa Indonesia dan mengembangkan penggunaan bahasa Indonesia sesuai dengan peran dan fungsi bahasa.
2. Bahasa Daerah
Bahasa daerah perlu dipelihara dan dikembangkan. Semua pihak baik pemerintah maupun swasta serta semua pihak melakukan usaha-usaha pembinaan dan pengembangan bahasa daerah meliputi kegiatan-kegiatan:
1) Inventarisasi
Kegiatan inventarisasi bahasa daerah dalam segala aspeknya, termasuk pengajarannya, perlu untuk penelitian, perencanaan, pembinaan dan pengembangan bahasa daerah. Kegiatan ini harus dilaksanakan berdasarkan skala prioritas. Kegiatan inventarisasi akan berjalan baik dan lancar jika:
(a) Dilaksanakan melalui kerja sama antara Pusat Pembinaan atau Pengembangan Bahasa dengan lembaga-lembaga, bdan-badan atau perseorangan baik pusat maupun di daerah, dan
(b) Tersedia tenaga-tenaga yang cukup, cakap dan terlatih dalam bidang penelitian bahasa.
2) Peningkatan mutu pemakaian
(a) Dalam rangka mempercepat pembangunan yang merata di seluruh pelosok tanah air, bahasa daerah merrupakan alat komunikasi (lisan) yang praktis di daerah pedesaan. Sehubungan dengan itu maka perlu disusun suatu program penataran di bidang bahasa daerah bagi :
1. Para pejabat yang bertugas memberikan penerangan ke pedesaan.
2. Para wartawan yang akan berkeimpung dalam pers daerah.
(b) Dalam rangka usaha memelihara warisankebudayaan daerah dan usaha membina serta mengembangkan kebudayaan nasional maka bentuk-bentuk kebudayaan yang ditulis dalam bahasa daerah versi baru atau dalam bentuk saduran atau terjemahan ke dalam bahasa Indonesia untuk diperkenalkan kepada masyarakat yang lebih luas.
(c) Dalam rangka usaha mendorong dan merngsang penulisan dan penerbitan berbahasa daerah, demi mengakrabkan warisan-warisan kebudayaan yang ditulis dalam bahasa daerah pemerintah perlu :
1. Melalui Proyek Impres Pendidikan dan Proyek Pelita Perpustakaan, memasukkan buku-buku bahasa daerah ke dalam program pembelian buku pengisi perpustakaan, dan
2. Menyediakan hadiah atau anugerah kepada pengarang yang tulisan dalam bahasa daerah, di samping para pengarang yang menulis dalam bahasa Indaonesia.
Perogram Aksi
Bahasa Pengantar
Secara luas bahasa pengantar adalah bahasa yang dipakai secara resmi untuk mengadakan komunikasi dengan sejumlah orang yang terhimpun dan terikat dalam suatu situasi lingkungan yang formal, seperti rapat umum, rapat kerja, symposium, dan sebagainya.
Dalam pengertian sempit bahasa pengantar adalah bahasa resmi yang dipergunakan oleh guru dalam menyampaikan pelajaran kepada murid di lembaga-lembaga pendidikan.
Dalam pengunaan ketiga bahasa yang dirumuskan di atas (bahasa Indonesia, bahasa daerah, bahasa asing) sebagai bahasa pengantar akan dibatasi pada pengertian sempit itu.
1. Program aksi Bahasa Indonesia
Sebagai bahasa nasional dan bahasa Negara, bahasa Indonesia dipakai sebagai bahasa pengantar di semua jenis dan tingkat lembaga pendidikan di seluruh wilayah Republik Indonesia, kecuali di daerah-daerah tertentu.
2. Program aksi Bahasa Daerah
Sementara menunggu hasil penelitian jangka panjang mungkin kerugian dan keuntungan yang dapat diambil dari pemakaian bahasa Indonesia atau bahasa daerah sebagai satu-satunya bahasa pengantar, bahasa daerah dapat dipakai sebagai bahasa pengantar mulai dari kelas satu sampai dengan kelas tiga sekolah dasar di daerah-daerah tertentu, dengan catatan bahwa bahasa Indonesia sebagai mata pelajaran diajarkan mulai kelas satu sekolah dasar.
3. Program aksi Bahasa Asing
1) Bahasa Asing dapat dipergunakan sebagai bahasa pengantar dalam menyajikan mata pelajaran bahasa asing yang bersangkutan.
2) Bahasa Asing dipergunakan sebagai bahasa pengantar diperguruan tinggipada jurusan bahasa asing tersebut.
3) Bahasa asing terutama bahasa Inggris dapat dipergunakan sebagai bahasa pengantar di perguruan tinggi oelh tenaga pengajar atau ahli asing yang tidak menguasai pemakaian bahasa Indonesia.






















BAB III
KESIMPULAN
Kecenderungan mengunggulkan identitas asing akhir-akhir ini telah menjadi-jadi, tidak terkecuali bahasa. Hampir setiap gedung-gedung megah di Indonesia, terpampang tulisan-tulisan asing sebagai lambang kemodernan, sedangkan pemakai bahasa Indonesia dianggap kampungan dan telah ketinggalan zaman. Sikap yang demikian ini tentu akan melunturkan citra dan identitas bangsa.
Sebagai bahasa nasional dan juga sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia wajib digunakan dalam segala kegiatan resmi kenegaraan. Demikian pula di semua jenjang pendidikan mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi, bahasa Indonesia dijadikan sebagai bahasa pengantar. Kebijaksanaan itu dimaksudkan agar bahasa Indonesia dapat berkembang secara wajar di tengah masyarakat pemakainya. Selain itu, upaya tersebut diharapkan pula dapat menjadi perekat persatuan suku yang ribuan jumlahnya ini menjadi satu bangsa yang besar yakni, bangsa Indonesia.


















DAFTAR PUSTAKA

Prasaja, Setya Amrih. Proses Pembelajaran Bahasa Daerah disamping bahasa
Indonesia. UGM
Warisman (2010). Kebijaksanaan Pemerintah dalam Upaya Pembinaan dan pengembangan Bahasa Nasiona. From http://blog.sunan-ampel.ac.id/warsiman/2010/05/18/kebijaksanaan-pemerintah-dalam-upaya-pembinaan-dan-pengembangan-bahasa-nasional-2/
http://mulyanto.blogdetik.com/index.php/2009/04/06/ruang-lingkup-penelitian-pengajaran-b-indonesia/

Rabu, 09 November 2011

hakikat bahasa secara linguistik

Hakikat Bahasa secara Linguistik

Hakikat bahasa secara linguistik, akan membahas lebih dekat tentang filsafat bahasa dan filsafat linguistik. Filsafat bahasa ialah teori tentang bahasa yang berhasil dikemukakan oleh para filsuf, sementara mereka itu dalam perjalanan memahami pengetahuan konseptual. Filsafat bahasa ialah usaha para filsuf memahami conceptual knowledge melalui pemahaman terhadap bahasa, dimana para filsuf tersebut mencari cara mengekspresikan dan mengkomunikasikan pengetahuan dalam berbagai bidang ilmu. Filsafat linguistik bertujuan mendapatkan kejelasan tentang bahasa. Linguistik mencari hakikat bahasa.

Jadi, para sarjana bahasa menganggap bahwa kejelasan tentang hakikat bahasa itulah tujuan akhir kegiatannya, sedangkan filsafat bahasa mencari hakikat ilmu pengetahuan atau hakikat pengetahuan konseptual. Dalam usahanya mencari hakikat pengetahuan konseptual itu, para filsuf mempelajari bahasa bukan sebagai tujuan akhir, melainkan sebagai objek sementara agar pada akhirnya dapat diperoleh kejelasan tentang hakikat pengetahuan konseptual itu.

Secara umum, bidang ilmu bahasa dibedakan atas linguistik murni dan linguistik terapan. Bidang linguistik murni mencakup fonetik, fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Sedangkan bidang linguistik terapan mencakup pengajaran bahasa, penerjemahan, leksikografi, dan lain-lain. Beberapa bidang tersebut dijelaskan berikut ini.

1. Fonetik
Fonetik mengacu pada artikulasi bunyi bahasa. Para ahli fonetik telah berhasil menentukan cara artikulasi dari berbagai bunyi bahasa dan membuat abjad fonetik internasional sehingga memudahkan seseorang untuk mempelajari dan mengucapkan bunyi yang tidak ada dalam bahasa ibunya. Misalnya dalam bahasa Inggris ada perbedaan yang nyata antara bunyi tin dan thin, dan antara they dan day, sedangkan dalam bahasa Indonesia tidak. Dengan mempelajari fonetik, orang Indonesia akan dapat mengucapkan kedua bunyi tersebut dengan tepat.

2. Fonologi
Fonologi mengacu pada sistem bunyi bahasa. Misalnya dalam bahasa Inggris, ada gugus konsonan yang secara alami sulit diucapkan oleh penutur asli bahasa Inggris karena tidak sesuai dengan sistem fonologis bahasa Inggris, namun gugus konsonan tersebut mungkin dapat dengan mudah diucapkan oleh penutur asli bahasa lain yang sistem fonologisnya terdapat gugus konsonan tersebut. Contoh sederhana adalah pengucapan gugus ‘ng’ pada awal kata, hanya berterima dalam sistem fonologis bahasa Indonesia, namun tidak berterima dalam sistem fonologis bahasa Inggris. Kemaknawian utama dari pengetahuan akan sistem fonologi ini adalah dalam pemberian nama untuk suatu produk, khususnya yang akan dipasarkan di dunia internasional. Nama produk tersebut tentunya akan lebih baik jika disesuaikan dengan sistem fonologis bahasa Inggris, sebagai bahasa internasional.

3. Morfologi
Morfologi lebih banyak mengacu pada analisis unsur-unsur pembentuk kata. Seorang ahli linguistik bahasa Inggris perlu memahami imbuhan apa yang dapat direkatkan dengan suatu kata tertentu untuk menghasilkan kata yang benar. Misalnya akhiran -¬en dapat direkatkan dengan kata sifat dark untuk membentuk kata kerja darken, namun akhiran -¬en tidak dapat direkatkan dengan kata sifat green untuk membentuk kata kerja. Alasannya tentu hanya dapat dijelaskan oleh ahli bahasa, sedangkan pengguna bahasa boleh saja langsung menggunakan kata tersebut.



4. Sintaksis
Analisis sintaksis mengacu pada analisis frasa dan kalimat. Salah satu kemaknawiannya adalah perannya dalam perumusan peraturan perundang-undangan. Beberapa teori analisis sintaksis dapat menunjukkan apakah suatu kalimat atau frasa dalam suatu peraturan perundang-undangan bersifat ambigu (bermakna ganda) atau tidak. Jika bermakna ganda, tentunya perlu ada penyesuaian tertentu sehingga peraturan perundang-undangan tersebut tidak disalahartikan baik secara sengaja maupun tidak sengaja.

5. Semantik
Kajian semantik membahas mengenai makna bahasa. Analisis makna dalam hal ini mulai dari suku kata sampai kalimat. Analisis semantik mampu menunjukkan bahwa dalam bahasa Inggris, setiap kata yang memiliki suku kata ‘pl’ memiliki arti sesuatu yang datar sehingga tidak cocok untuk nama produk/benda yang cekung. Ahli semantik juga dapat membuktikan suku kata apa yang cenderung memiliki makna yang negatif, sehingga suku kata tersebut seharusnya tidak digunakan sebagai nama produk asuransi. Sama halnya dengan seorang dokter yang mengetahui antibiotik apa saja yang sesuai untuk seorang pasien dan mana yang tidak sesuai.

6. Pengajaran Bahasa
Ahli bahasa adalah guru dan/atau pelatih bagi para guru bahasa. Ahli bahasa dapat menentukan secara ilmiah kata-kata apa saja yang perlu diajarkan bagi pelajar bahasa tingkat dasar. Para pelajar hanya langsung mempelajari kata-kata tersebut tanpa harus mengetahui bagaimana kata-kata tersebut disusun. Misalnya kata-kata dalam buku-buku Basic English. Para pelajar (dan guru bahasa Inggris dasar) tidak harus mengetahui bahwa yang dimaksud Basic adalah B(ritish), A(merican), S(cientific), I(nternational), C(ommercial), yang pada awalnya diolah pada tahun 1930an oleh ahli linguistik C. K. Ogden. Pada masa awal tersebut, Basic English terdiri atas 850 kata utama.

7. Leksikografi
Leksikografi adalah bidang ilmu bahasa yang mengkaji cara pembuatan kamus. Sebagian besar (atau bahkan semua) sarjana memiliki kamus, namun mereka belum tentu tahu bahwa penulisan kamus yang baik harus melalui berbagai proses.
Dua nama besar yang mengawali penyusunan kamus adalah Samuel Johnson (1709-1784) dan Noah Webster (1758-1843). Johnson, ahli bahasa dari Inggris, membuat Dictionary of the English Language pada tahun 1755, yang terdiri atas dua volume. Di Amerika, Webster pertama kali membuat kamus An American Dictionary of the English Language pada tahun 1828, yang juga terdiri atas dua volume. Selanjutnya, pada tahun 1884 diterbitkan Oxford English Dictionary yang terdiri atas 12 volume.
Saat ini, kamus umum yang cukup luas digunakan adalah Oxford Advanced Learner’s Dictionary. Beberapa orang mungkin secara sederhana akan menjawab karena kamus tersebut lengkap dan cukup mudah dimengerti. Tidak banyak yang tahu bahwa (setelah tahun 1995) kamus tersebut ditulis berdasarkan hasil analisis British National Corpus yang melibatkan cukup banyak ahli bahasa dan menghabiskan dana universitas dan dana negara yang jumlahnya cukup besar.

Filsafat bahasa dan Linguistik Umum
Berikut ini disajikan pandangan J. R Searle (1974) tentang perbedaan istilah filsafat bahasa (philosophy of language) dengan filsafat liguistik atau filsafat kebahasaan (linguistik philosophy). Filsafat kebahasaan mengandung upaya untuk memecahkan masalah-masalah filosofis dengan cara manganalisis makna kata dan hubungan logis antar kata didalam bahasa. Ini mungkin dilakukan untuk memecahkan masalah-masalah filosofis tradisional, seperti determinisme, skeptisisme, dan sebab akibat (causation) ; atau mungkin dilakukan tanpa melihat khusus kepada masalah-masalah tradisional, melainkan sebagai penyelidikan konsep-konsep sesuai dengan minat mereka, mencari aspek-aspek tertentu “dunia luar” dengan mencermati klasifikasi dan pembedaan yang ada dalam bahasa yang kita pakai untuk mencirikan atau memerikan dunia luar tersebut.
Filsafat bahasa mengandung upaya untuk menganalisis unsur-unsur umum dalam bahasa seperti makna, acuan (referensi) kebenaran, verifikasi, tindak tutur, dan ketidaknalaran. Filsafat bahasa itu merupekan suatu pokok persoalan (pokok bahasan) dalam filsafat ; sedangkan filsafat kebahasaan terutama merupakan nama metode filosofis. Tetapi metode dan bahasan itu berhubungan erat. Mengapa? Karena beberapa masalah dalam filssafat kebahasaan.
Walaupun filsafat bahasa dan filsafat linguistik itu dilanjutkan sampai sekarang dengan kesadaran diri yang lebih dari masa lampau, keduanya ternyata sudah setua filsafat. Filsafat (yang sebenarnya mengacu ke filsafat Barat), sebagaimana yang dipelajari orang-orang yunani kuno pada tahun 600 SM. Salah seorang filosof terkenal pada jaman itu ialah Plato (hidup sekitar 400 SM). Ketika itu ia telah menulis beberapa buku. Plato mengajukan teori bahwa kata-kata umum memperoleh makna melalui bentuknya, dia dianggap sedang mengajukan tesis di alam filsafat bahasa, yaitu tesis tentang bagaimana kata itu bermakna. Dengan kata lain, Plato sebenarnya sudah berbicara tentang kata dalam hubungannya dengan maknanya.
Tetapi untuk mempelajari filsafat bahasa modren, kita tidak perlu memulai dengan menengok jauh ke sejarah filsafat jaman Yunani. Gottlob Frege menunjukkan bahwa matematika diturunkan dan ditemukan pada logika.


KESIMPULAN
Linguistik sangat berperan penting dalam linguistik murni dan linguistik terapan. Bidang linguistik murni mencakup fonetik, fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Sedangkan bidang linguistik terapan mencakup pengajaran bahasa, penerjemahan, leksikografi. Dalam linguitik murni kita akan mengkjaji tentang bunyi bahasa, analisis unsur pembentuk, analisis frasa dan kalimat serta pembentukan makna.










DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka
Sumarsono. 2004. Buku Ajar Filsafat Bahasa. Jakarta :Grasindo
Hanum, Inayah. Linguistik Umum.
Jurnal Bahasa sebagai Kajian Linguistik

Kamis, 13 Oktober 2011

HUBUNGAN TIMBAL BALIK ANTARA GURU DENGAN PENDIDIKAN DI DALAM MENGKAJI ILMU PENGETAHUAN

HUBUNGAN TIMBAL BALIK ANTARA GURU DENGAN PENDIDIKAN DI DALAM MENGKAJI ILMU PENGETAHUAN
Feronika Hutahaean


ABSTRAK
Saat ini keadaan pendidikan Indonesia dapat di katakan sedang sekarat. Tentu saja hal ini ditunjang oleh berbagai faktor, misalnya saja guru yang tidak berkualitas, siswa yang tidak kreatif, sarana dan prasarana sekolah yang tidak mendukung, Dan lagi-lagi banyak pihak yang korupsi hinga perkembangan pendidikan tersendat-sendat.
Padahal dari dunia pendidikanlah akan muncul orang-orang yang berpengaruh buat negaranya. Lewat dunia pendidikan suatu bangsa dapat maju. Memang ada beberapa orang Indonesia yang “jenius” namun sayangnya mereka tidak mau bekerja di Indonesia. hal ini mungkin tidak asing lagi buat kita. Mereka tentu punya alasan tertentu mengapa mereka tidak mau bekerja di Indonesia, salah satu faktornya ialah mereka tidak digaji sesuai kapasitas mereka.
Kata kunci : pendidikan, guru, Indonesia, jenius

A. PENDAHULUAN
Saat ini dunia pendidikan di Indonesia sangat membutuhkan uluran tangan orang yang siap membangkitkan pendidikan Indonesia. Dengan adanya pendidikan nasional sangat di harapkan dapat memunculkan orang-orang Indonesia yang aktif dan kreatif hingga bisa mengharumkan Indonesia dalam kancah international. Namun rasanya sulit bagi kita untuk mencapai mimpi itu karena pada kenyataannya kita sedang mengalami penyakit yang kronis, KKN, tidak ada lagi tangungjawab secara moril. Misalnya saja guru yang tergolong tidak prefosional biasanya adalah guru yang tidak mau tahu. Ia hanya mengajar karena hanya tuntutan profesi saja, ia tidak mau mengajar lebih kreatif lagi karena gajinya kan tetap seperti ia mengajar sebelumnya. Atau ada juga guru yang menerima suap saat adanya penerimaan siswa baru atau juga penyelewengan uang-uang sekolah dan sebagainya. Hal ini sudah cukup menunjukkan bahwa budaya korupsi telah masuk dalam dunia pendidikan.
Dengan tidak adanya hal-hal baru yang muncul di sekolah sudah tentu membuat siswa merasa bosan dan jenuh. Siswa jadi sering bolos. Tidak mau lagi belajar, yang mereka tahu hanya tauran, karena di sekolahpun mereka merasa tidak di perhatikan. Apalai di jaman modern seperti ini banyak orang tua siswa yang sangat sibuk dengan pekerjaan mereka sehingga mereka berharap pihak sekolah lah yang mendidik anak-anak mereka sehingga menjadi “manusia”. Dan hal tersebut tidaklah dapat dilakukan sekolah saja. Karena kerjasama antara pihak sekolah dan orang tua siswa sangat diharapkan berjalan dengan baik. Memang hal tersebut sangat buruk ketika satu pihak tidak dapat bekerja sama, ini bisa saja merusak mental anak.
Namun ada juga kejadian yang jauh lebih memprihatinkan lagi, Ketika orang tua dan pihak sekolah yang mau bekerjasama namun keadaan atau sarana dan prasarana sekolah tidak mendukung. Kelas yang bocor saat hujan atau kekurangan ruang kelas, kekurangan media pendidikan dan sebagainya. Hal tersebut juga sangat menghambat imajenasi guru dan siswa.
Sehingga pada akhirnya pendidikan Indonesia pertumbuhannya tersendat-sendat. Sohaenah (Kompas, 2004) menggungkapkan bahwa proses pembelajaran di Indonesia selama ini kurang demokratis. Peserta didik tidak dilatih untuk berimajenasi dan berkreasi. Peserta didik cendrung menjadi pasif dan diposisiskan tidak tahu apa-apa sehingga harus belajar sesuatu sesuai dengan kemauan pendidik.
B. MATERI
Hasil survey IAEA ( International Association for the Evalution of Educataional Achievement) menunjukkan bahwa di bidang kemampuan membaca pelajar SD, Indonesia berada di urutan ke-26 dari 27 negara; kemampuan matematika siswa SMP ada di urutan ke-34 dari 38 negara; kemampuan di bidang IPA untuk SMP ada di urutan ke-32 dari 38 negara.
Survey ini seharusnya bisa membuat kita malu. Tapi pada kenyataannya kita lebih banyak santai dalam menghadapi persoalan menggenai pendidikan. Sepertinya masalah pendidikan di anak tirikan tidak seperti masalah ekonomi yang di anak emaskan. Andai saja pemerintah sadar masalah ekonomi dapat di tangulangi dari dasar jika rakyatnya mendapat pendidikan yang layak dan masalah koruptor dapat di persempit ruang geraknya dengan pengadaan pendidikan. Begitu juga dengan maslah-maslah lain yang sering terjadi di Indonesia.
Pada dasarnya pendidikan dalam konteks pembangunan nasional, pada hakekatnya, memiliki fungsi sebagai :
1. Pemersatu bangsa,
2. Penyamaan kesempatan, dan
3. Pengembangan diri.
(dari Jurnal Vol. 24 No. 3 ( September-Desember 2007), dengan judul “ KESENJANGAN ANTARA KONDISI PENDIDIK, PENGELOLAAN SERTA SARANA DAN PRASARANA DI PROVISI BANTEN DENGAN STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN”)

PP ( Peraturan Pemerintah) nomor 19 Tahun 2005 menyebutkan bahwa SNP (Standar nasional Pendidikan) adalah kriteria tentang system pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. terdapat delapan lingkup SNP : standar isi, proses, kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Tujuan PP (Peraturan Pemerintah) nomor 19 Tahun 2005 tentang SNP adalah meningkat mutu pendidikan yang tercermin dalam hasil belajar siswa.
Hasil studi Bank Dunia (1989) menunjukkan bahwa faktor guru menentukan 34% mutu guru untuk Negara berkembang dan sebesar 36 untuk negara maju. Ini menunjukkan bahwa peran guru sangat penting dalam mengerakkan pendidikan. Seorang guru yang memiliki kualitas tinggi sudah dapat dipastikan memiliki kapasitas yang luas. Supriadi menyatakan bahwa guru sebagai seorang professional paling tidak memiliki unsur: (1) Pendidikan yang memadai, (2) keahlian dalam bidangnya, dan (3) komitmen pada tugasnya.
Sekarang peran guru bukan lagi menyampaikan informasi melainkan membantu siswa dalam memproses informasi. Dengan demikian guru dan siswa akan sama-sama kerja dalam membangun hubungan yang baik dalam mendukung proses belajar. Siswa dituntut lebih aktif dalam mencari sumber informasi dan sudah tentu akan lebih memahami apa yang akan di pelajari. Dan peran guru hanya melengkapi atau memperbaiki pemahaman yang telah di peroleh siswanya dari berbagai sumber.
Selain dari peran guru juga perlu di pertimbangkan mengenai sarana dan prasarana sekolah. Karena sarana dan prasarana sekolah juga akan sngan menentukan dalam keberhasilan sekolah dalam meluluskan siswa-siswa yang kreatif dan berkualitas. Pengadaan sarana dan prasaran yang buruk akan mengakibatkan hal yang buruk juga. Misalnya saja pengadaan kelas yang tidak memadai. Contohnya sebuah sekolah SD yang hanya mempunyai ruang kelas empat buah, sudah tentu ini akan menghambat proses belajar, belum lagi dengan jumlah siswa yang harus berdesak-desakan dalam mengikuti pelajaran. Hal ini akan menimbulkan kebosanan baik bagi guru maupun siswa itu sendiri. Karena siswa akan merasa senang belajar ketika mereka dihadapkan pada sesuatu yang mereka sukai.

C. PEMBAHASAN
Belajar aktif merupakan pembelajaran yang menuntut kemandirian. Di mana saat belajar siswa menjadi pusat pembelajaran atau SCL (Student Center Learning). Meskipun dengan demikian pihak sekolah maupun pemerintah hanya membiarkan siswa sendiri yang bersikap mandiri namun setiap pihak harus mampu menyokong siswa dan tentunya juga sebagai fasilitator. Karena pendidikan merupakan kecakapan hidup (life skill). Lewat dunia pendidikan maka segala sesutunya dapat di pecahkan dengan lebih mudah walupun tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Dari jurnal “KESENJANGAN ANTARA KONDISI PENDIDIK, PENGELOLAAN SERTA SARANA DAN PRASARANA DI PROVINSI BANTEN DENGAN STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN” oleh Supandi, dapat kita ketahui bahwa :
a. Kondisi pendidik SDN di Provinsi Banten dicirikan oleh masih tinginya proporsi pendidik yang memiliki kualisifikasi pendidikan D2 (67,5%), berpendidikan D2 kependidikan. Sedangkan pendidik dengan kualisifikasi pendidik S1 baru mencapai 32,2%. Selain itu, guru-guru tersebut kurang mendapatkan pendidikan dan pelatihan dalam jabatan untuk meningkatkan mutu pendidik. Sebanyak 68,14%, guru-guru menyatakan tidak pernah mendapatkan pendidikan pelatihan dalam jabatan selama lima tahun terakhir.
b. Pengelolaan sekolah pada umumnya telah dilaksanakan secara cukup baik. Lebih dari 80% sekolah memilioki visi, misi, dan tujuan, meskipun implementasinya sebagai acuan pelaksanaan program kegiatan baru dilaksanakan oleh sekitar 40% sekolah, selain itu berdasarkan pandangan para kepala sekolah, visi, misi, dan tujuan tersebut belum dipahami sepenuhnya oleh warga sekolah.
c. Sarana prasarana sekolah masih menjadi kendala bagi sekolah-sekolah. Ruang kepala sekolah yang khusus untuk kepala sekolah sebagai pemimpin satuan pendidikan baru dinikmati oleh 29,5% kepala sekolah. Perpustakaan baru dimiliki oleh 39,7% sekolah. Sekolah yang memiliki ruang khusus untuk perpustakaan bahkan baru 8,3%. Pada sekolah-sekolah yang memiliki perpustakaan tersebut, ternyata koleksi yang tersedia rata-rata kurang dari 500 judul.
Dari poin (a) dapatlah dilihat bahwa pendidik yang benar-benar memiliki kapasitas yang luas dalam mengajar atau memiliki pengalaman yang baik masih sangat kurang. Pendidikan yang di terima oleh pendidik juga masih jauh. Sehingga pembelajaran yang di ajarka di sekolah cendrung tidak berkembang dan minimbulkan kejenuhan dan tentunya sangat membelenggu. Freire (dalam Kreisberg, 1992) menyebutkan pendidikan yang membelenggu sebagai pendidikan gaya bang (bang education). Kareteristik pendidik gaya ini antara lain : (a) guru mengajar, siswa belajar,(b) gutru tahu segalanya, siswa tidak tahu apa-apa, (c) guru berpikir, siswa dipikirkan, (d) guru bicara, siswa mendengarkan, (e) guru mengatur, siswa diatur, (f) guru memilih dan melaksanakan pilihannya, siswa menuruti, (g) guru bertindak, siswa membayangkan bagaimana bertindak sesuai dengan tindakan gurunya, (h) guru memilih apa yang di ajarkan, siswa menyesuaikan diri, (i) guru mengacaukan wewenang ilmu pengetahuan dengan wewenang profesionalnya, dan mempertentangkan dengan kebebasan siswa, dan (j) guru adalah subjek proses belajar, siswa objeknya. Dengan demikian maka pengetahuan tidak akan berkembang dan sudah dapat dipastikan siswa tidak akan berkembang dan malah menjadi siswa yang “wanna be”. Seharusnya siswa diberi kebebasan seperti pembelajaran yang humanis. Karena dengan demikian maka ilmu itu berkembang mengikuti perkembangan pendidikan dunia, sehingga akan terbentuklah manusia-manusia yang siap pakai. Jadi guru ataupun pengajar merupakan elemen terpenting dalam menggerakkan dunia pendidikan. Seorang siswa adalah bukti produk dari gurunya. Menurut Jumadi dalam “PEMBELAJARAN HUMANIS : ANALISIS KONSEPTUAL DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA” mengatakan tingkat kehumanisan pendidikan dapat dipresentasikan dalam banyak hal terutama dalam penyampaian materi pembelajaran, metode pembelajaran, dan sistem evaluasi yang digunakan.
Dari poin (b) dapat kita tinjau, bahwasanya visi, misi, dan tujuan sekolah itu sangat mempengaruhi proses pembelajaran. Dengan memiliki visi, misi, dan tujuan yang jelas maka program yang telah direncanakan dapat berjalan lancar dan tentunya akan membanggakan sekolah tersebut.
D. PENUTUP
Pendidikan yang bermutu akan ditentukan oleh siapa pengajarnya, bagaimana visi, misi dan tujuan sekolah, dan seberapa lengkap sarana prasarana yang dapat digunakan oleh siswa maupun guru. Namun dari hal-hal yang telah di bicarakan tadi elemen terpenting yang menggerakkan pendidikan adalah guru, siswa dan tempat belajar. Ketiga elemen tersebut harus bekerjasama agar mampu menghasilkan manusia-manusia yang siap pakai. Sedangkan elemen-elemen yang lain hanya sebagai pendukung dalam proses pembelajaran.




DAFTAR PUSTAKA

Supandi. 2007. “KESENJANGAN ANTARA KONDISI PENDIDIK, PENGELOLAAN SERTA SARANA DAN PRASARANA DI PROVINSI BANTEN DENGAN STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN”. Alqalam, Vol. 24, No. 23 (September- desember 2007)
Jumadi. 2007. “PEMBELAJARAN HUMANIS : ANALISIS KONSEPTUAL DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA”. Didaktika, vol. 8, No. 1, Januari 2007
Basri, Irma Yulia. 2007. “PENINGKATAN KEAKTIFAN, KREATIVITAS, DAN KOMPETENSI MAHASISWA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS LIFE SKILLS”.
Ilmu pendidikan, tahun 34, No. 2, Juli 200

Selasa, 04 Oktober 2011

hal memilih sahabat sejati

Kata “jangan” berarti larangan. Tetapi banyak orang muda tidak pernah peduli atau mereka lebih senang dengan jalan yang mereka pilih sendiri. Saya sangat prihatin dengan sistem pergaulan anak muda sekarang ini bahkan mereka mau hancur demi pergaulannya seperti menjaga perasaan temannya secara berlebihan.
Menjaga perasaan teman seh boleh-boleh aja tapi itu semua kan ada batasnya. Lagi pula dalam mencari teman baik kita harus lebih teliti, terkadang kita harus memilih teman yang bisa membawa kita kejalan yang lebih baik. Menurut aku seh gak ada salahnya memilih siapa teman kita yang paling cocok buat kita tetapi kan saya tidak tahu apakah teman-teman yang baca ini setuju apa nggak. Saya berikan contoh yang saya tahu dan ringkas ketika anda memilih seorang teman yang pemalas maka sedikit tidaknya maka sifat itu akan menular padamu meskipun itu lambat laun. Saya kaitkan dengan firman Tuhan yang tertulis dalam Amsal 22:24-25 bunyinya “jangan berteman dengan orang yang cepat gusar, jangan bergaul dengan orang pemalas supaya engkau jangan menjadi biasa dengan tingkah lakunya dan memasang jerat bagi dirimu sendiri”.
Ketika saya membaca bacaan ini maka saya tahu apa kesalahan atau bisa dikategorika adalah kekeliruan saya selama ini, memang aku akui dulu tidak terlalu memilih-milih kawan hingga saya kami pergi jalan-jalan kemana pun yang kami mau sampai-sampai uang saya lebih cepat habis dari biasanya atau lebih boros dari sebelumnya. Ada juga kata bijaksana yang mengatakan bahwa “jika anda bergabung dengan orang-orang sukses maka anda akan menjadi orang yang sukses juga dan sebaliknya karena mereka akan berpengaruh besar terhadapmu hidupmu dan lingkungan juga akan mempengaruhinya”.
Nah, saranku buat teman-teman pandailah anda memilih teman yang cocok dan bisa membuat anda lebih baik agar tidak terjerumus dalam jurang dosa dan penyesalan dikemudian hari. Ingatlah tidak semua temanmu selalu ada untukmu tetapi hanya sahabat sejatilah yang akan selalu ada pada saat kamu membutuhkannya dan ia tidak akan berpaling darimu ketika kamu dalam keadaan duka. Buatlah dirimu baik maka akan banyak orang yang memberimu pujian.

Minggu, 12 Juni 2011

cara penyajian artikel

PENERAPAN PEMBELAJARAN PEMBUATAN ARTIKEL DAN HAL YANG MEMPENGARUHINYA
Feronika Hutahaean
Abstak
Dalam menyajikan sebuah artikel perlu dipertimbangkan bahwa artikel yang dimuat adalah artikel yang dapat dibaca oleh semua kalangan berpendidikan atau tidak, kalangan petani maupun kalangan nelayan.
Hindari penggunaan kata-kata yang sulit di mengerti. Suatu artikel yang berjudul "cara yang ampuh dalam membasmi gulma" kemungkinan besar akan dibaca oleh petani, sehingga pemberian detil teknis dan cara sangat tepat dilakukan. Sebaliknya, artikel berjudul "kumpulan resep makanan" mungkin akan dibaca oleh koki dan kaum perempuan tanggung yang hanya ingin penjelasan ringkas dan mudah dimengerti, yang akan dilanjutkan atau dihubungkan dengan penjelasan detil jika diperlukan. penjelasan singkat harus diberikan di dalam artikel tersebut. Usahakan menyeimbangkan keluasan dan detail artikel sehingga pembaca dapat memperoleh informasi darinya.

PENDAHULAUAN
Penulisan artikel bukanlah hal yang mudah karena membutuhkan tahap-tahap yang mengkaji tentang artikel. Ada dua gaya penulisan yang dipandang lebih jauh lagi, penulis harus selalu memperhatikan bahwa nada tulisan bersifat resmi (formal), dingin (impersonal), dan netral (tidak memihak: takbias, tidak emosional, dan bersih dari prasangka).
Salah satu hal yang harus di perhatikan yaitu penggunaan bahasa, penggunaan bahasa harus baku. Berdasarkan cara pemakaian atau cara menggungkapkan bahasa yang digunakan seseorang maka dikenal bahasa tulisan dan lisan. Bahasa lisan adalah bahasa yang di sampaikan secara lisan dan melalui tindakan berbicara dan secara langsung dapat berhadapan dengan lawan bicara yang melakukan tindakan menyimak. Namun, karena kemajuan jaman teknologi bahasa lisan tidak harus di laksanakan secara langsung dan berhadapan dengan lawan bicara misalnya kegiatan berbahasa lisan yang disampaikan melalui telepon, radio, internet dan sejenisnya.
Nada artikel dan isi artikel harus ditulis dengan nada resmi. Standar untuk nada resmi tidak seragam karena tergantung kepada subjek yang dibahas. Dianjurkan untuk mengikuti gaya yang digunakan oleh Sumber terpercaya, dengan tetap menjaga agar artikel jernih dan mudah dimengerti. Nada resmi berarti bahwa artikel seharusnya tidak ditulis menggunakan jargon, bahasa yang rumit seperti bahasa legal, argot (kata-kata yang hanya dapat dipahami oleh golongan atau kelas tertentu), atau bahasa yang taksa, dan kabur. Bahasa Indonesia yang digunakan semestinya tegas, ringkas, dan efektif.

PEMBAHASAN
Artikel seharusnya tidak ditulis dari sudut pandang orang pertama atau kedua. Artikel yang ditulis seperti ini kerap kali dihapus. Kata ganti orang pertama seperti "saya" atau "kami" menyiratkan sudut pandang yang tidak konsisten dengan sudut pandang netral. Meskipun begitu "kita" mungkin dapat digunakan dalam konteks matematika. Kata ganti seperti "kamu", "Anda", atau "kalian" sering muncul dalam petunjuk penggunaan, dan karena itu tidak cocok untuk ensiklopedia. Kata ganti orang pertama dan kedua selayaknya hanya digunakan dalam artikel dalam kutipan langsung yang relevan dengan subjek yang dibahas.
Bahasa Indonesia pada umumnya tidak mengenal gender. Namun bila kita menemukan kata bergender dan ada alternatif kata tanpa gender yang dapat digunakan, pilihlah kata tersebut. Misalnya pilihlah kata "anak", bukan "putra" atau "putri" bila informasi gender tidak diperlukan. hari-hari. Tanda seru ("!") selayaknya dipakai hanya pada kutipan langsung.
Tanda baca penekanan hanya boleh muncul menurut kesepakatan umum dalam praktik se Berikut adalah hal-hal yang dapat dipikirkan untuk membantu Anda mempertimbangkan apakah konteks artikel tertentu cukup luas bagi pembaca:
• Apakah artikel tersebut dapat dipahami jika pembaca memperolehnya dari menu navigasi Halaman sembarang?
• Bayangkanlah diri Anda seorang awam yang bisa berbahasa Indonesia dari negara lain. Dapatkah Anda memahami artikel tersebut?
• Apakah orang dapat memahami isi artikel tersebut jika ia membaca hasil cetakan halaman pertamanya saja?
• Apakah pembaca menjadi tertarik untuk membaca isi pranala yang diberikan?
• Tetap fokus pada topik artikel
• Artikel yang baik tidak mengandung informasi takrelevan maupun informasi yang sedikit relevan. Ketika menulis artikel, mungkin Anda melenceng ke topik sampingan. Masukkan informasi tambahan semacam itu pada artikel berbeda yang lebih sesuai dengan topik baru tersebut. Pranala dapat diberikan ke artikel baru ini dan pembaca yang tertarik dapat mengikuti pranala tersebut, sementara pembaca yang tidak tertarik tidak perlu terganggu.
• Gunakan istilah yang jelas, tepat dan akurat Penggunaan istilah perlu mendapat perhatian khusus bagi yang hendak melakukan kontribusi halaman dan penyuntingan artikel dengan tetap memperhatikan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) yang telah diatur oleh Pemerintah Indonesia. Penggunaan istilah baru atau yang kurang umum hendaknya diberi penjelasan tambahan berupa kurung buka dan kurung tutup, setelah akhir kalimat beri tanda bintang di samping titik; kemudian selesai artikel ditulis buat bagian baru dengan nama catatan kaki, dan cara terakhir dengan kurung buka segitiga untuk merujuk ke referensi.
• Gaya ringkasan adalah gaya penulisan yang bermiripan dengan gaya berita, namun berlaku untuk mengetengahkan topik-topik yang akan dijelaskan kemudian. Gaya ini dipakai untuk mengawali subbagian-subbagian, bukan paragraf-paragraf baru.
Ide dasar gaya ini adalah untuk membagikan informasi kepada pembaca yang mengharapkan sejumlah informasi rincian. Pembaca dapat memutuskan sendiri apakah mereka akan membaca rincian yang diberikan atau cukup ringkasan di awalnya saja.
Ada dua alasan utama menggunakan gaya ringkasan. Yang pertama adalah pembaca memerlukan derajat rincian yang berbeda-beda beberapa pembaca hanya menginginkan ringkasan singkat (sehingga dapat membaca bagian pengantar saja), pembaca yang lainnya memerlukan lebih banyak informasi (di sinilah gaya ringkasan dapat membantu), dan pembaca yang berminat akan rincian yang mendalam dapat membaca subbagian-subbagian yang menyertai. Alasan lainnya adalah bahwa artikel yang terlalu panjang akan mempersulit pembacaan dan terancam mengalami pengulangan yang tidak perlu.
Semua kalangan berhak untuk menulis artikel namun, untuk mengkaji suatu suatu topik maka di perlukan hal-hal yang yang mendukung seperti fakta-fakta.

Selasa, 07 Juni 2011

hubungan keefektifan sekolah dan tingkat emosional

KEEFEKTIFAN SEKOLAH UNTUK MASA DEPAN DAN TINGKAT EMOSIONAL SESEORANG


Abstrak
Studi kefektifan sekolah untuk menghasilkan dampak yang diharapkan harus menggunakan alat untuk mengukur outcome yang dihasilkan dari sekolah tersebut. Di Amerika alat yang digunakan untuk mengukur memusatkan perhatian dari test Bahasa Inggris dan matematika sedangkan untuk di Kerajaan Inggris yang mengawali studi tersebut dan tidak mengetahui bahwa Amerika sudah mengklaim alat untuk mengukur outcome dari sekolah efektif tersebut. Yang terpenting outcomes di sekolah yaitu membaca, menulis matematika dan berhitung praktis, menulis, berbicara, pertemuan, perilaku, imaginasi pribadi dan tingkatan dalam sekolah (Mortimore, 156,1991).

PENDAHULUAN
Sering kali kita berbicara berapi-api tentang keinginan memiliki sekolah unggul namun pada praktiknya sekolah sebagai lembaga pendidikan sudah merasa puas dengan kualitas yang sedang-sedang saja. Sehingga peranan masyarakat dalam upaya peningkatan mutu pendidikan dapat memberikan kontribusinya perlu dikembangkan agar dapat mendukung sekolah untuk mampu tetap konsisten dalam upaya peningkatan mutu pendidikan bagi siswanya, tidak hanya sedang-sedang saja namun lebih optimal. Tidak bosan-bosannya para pakar pendidikan berusaha meningkatkan mutu pendidikan sekolah, tidak hanya pemerintah tetapi juga masyarakat mempunyai peranan yang cukup penting pula dalam masalah peningkatan mutu pendidikan. Konsep manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah yang berorientasi pada peran serta masyarakat dalam upaya peningkatan mutu pendidikan mulai dikembangkan di sekolah-sekolah seiring dengan berlakunya otonomi daerah yang menuju otonomi sekolah. Sekolah dalam upaya peningkatan mutu pendidikan berusaha untuk mewujudkan sekolah unggul.


PEMBAHASAN
Di dalam sekolah unggul mempunyai pusat-pusat sumber daya yang memiliki sebuah pendidikan pra sekolah, sebuah sekolah dasar, kelas-kelas dewasa, para dokter dan perawat, seorang psikoterapis, seorang ahli pengobatan alami, kelas kebugaran, program keterampilan asuh, pendeta, dan koran sendiri. Setiap murid dijamin menjadi seorang pelajar unggul pada umur 12 atau 13 tahun. Murid dijamin mampu menerapkan filosofi perkembangan berkelanjutan pada proses belajar mereka sendiri. 95% dijamin mencapai nilai A dalam bidang akademis. Teknologi canggih tersedia bagi murid di setiap waktu. Lulusan SMU dijamin memilikiUntuk menjadikan sekolah efektif diperlukan pilihan suatu proses perkembangan secara cepat untuk melakukan perubahan setelah pengecekan langsung ke bawah. Di Inggris misalnya sekolah dipercaya untuk :
1) Membuat Pengantar Kurikulum Nasional dengan keputusan yang penting dalam pembuatan program individu siswa.
2) Mengoperasikan sistem manajemen lokal sekolah dengan pelatihan ilmu manajemen yang berbasis sekolah.
3) Kompetensi siswa yang rendah dikembangkan menjadi lebih optimal (Mortimore,1991:159).

Untuk perkembangan masa depan sekolah diperlukan sebuah bentuk model keluaran sekolah. Spesifikasi sebuah model sekolah yang penting adalah:
1) Membuat siswa dalam kelompok-kelompok besar dan khusus dengan melakukan kontrol
secara optimal.
2) Pembagian waktu secara proporsional yang lebih besar.
3) Pemberian pengetahuan setiap hari dimulai dengan bel atau sirene.
4) Keputusan untuk memilih kepala sekolah, merupakan hal penting membawa output dari
sekolah menjadi lebih baik, teknik formal yang biasanya ditempuh yaitu lewat testing.
(Mortimore,1991:162).
Selain hal di atas Kecerdasan emosional merupakan hal yang sangat penting diajarkan kepada anak sejak usia dini, hal ini meliputi:
(a) emosi dari segi moral, antara lain: mengembangkan empati dan kepedulian, kejujuran dan integritas, mengajarkan perasaan malu dan perasaan bersalah;
(b) emosi dari segi keterampilan berpikir, antara lain: berpikir realistis, optimisme, mengubah kelakuan anak melalui cara mengubah pola pikir
(c) pemecahan masalah, antara lain mengajar dengan memberi teladan, melatih membuat solusi
(d) keterampilan sosial, antara lain keterampilan berkomunikasi, nikmat dan pentingnya humor, menjalin persahabatan, pentingnya tata krama;
(e) motivasi diri dan keterampilan berprestasi, antara lainn mengantisipasi keberhasilan, ketekunan usaha, menghadapi dan mengatasi kegagalan
(f)kekuatan emosi, antara lain: kesadaran emosi dan komunikasi, komunikasi tanpa kata (non
verbal), pengendalian emosi, dan penyembuhan jasmani dan rohani melalui terapi emosi.

Adapun hal yang harus perhatikan dalam kecerdasan emosional adalah :
1. Mengembangkan kecerdasan emosional anak dapat dilakukan melalui permainan yang
akan memberi kesempatan pada anak untuk mempelajari dan mempraktekkan cara-cara dalam berpikir, merasakan dan bertindak.
2. Empati dan kepedulian, yakni kemampuan untuk menyayangi, merupakan emosi positif yang akan membentuk perkembangan moral anak. Sedangkan karakter anak dibangun melalui emosi negatif, yaitu adanya perasaan malu dan perasaan bersalah.
3. Kisah keteladanan seorang tokoh yang diberikan melalui buku atau film, dapat menjadi
cara yang baik untuk mengajarkan keterampilan berpikir realistis pada anak.
4. Percakapan dalam keluarga merupakan sarana bagi anak untuk belajar keterampilan
komunikasi sosial.
5. Mempunyai teman akrab merupakan fase pertumbuhan penting yang akan mempengaruhi
cara anak menjalin hubungan dengan orang lain.ersitas.
KESIMPULAN
Sekolah masa depan menggunakan teknologi informasi secara efektif, dipantau dengan uji publik, pembelajaran bersifat ketrampilan khusus, proses cepat, berorientasi pada out-comes, didukung oleh kepemimpinan kepala sekolah yang efektif, berkepribadian kuat, paham tujuan pendidikan, berpengetahuan luas, professional, dengan prinsip kepemimpinan konstruktif, kreatif, partisipatif, koperatif, delegatif, integratif, rasional, obyektif, pragmatis, teladan, adaptatif dan fleksibel. Pendidikan di masa depan bergantung kepada guru sebagai pendidik, maka guru harus meningkatkan kualitas SDM dan profesinya, terampil komunikasi, maju dalam tehnologi/net, kreatif dan berpengaruh positif terhadap kemajuan siswa. Juga bergantung pada peran serta orang tua dalam hal finansial dan motivasi dalam hal kemampuan dasar. Perubahan kualitas pendidikan harus berorientasi pada pengembangan ke segala arah yang seimbang, pembelajaran individual dan desentralisasi, belajar seumur hidup, dan memberikan kemampuan nyata. Sekolah masa depan dirancang dari visi kreatif dengan langkah-langkah:
(1) Menjadikan sekolah sebagai pusat sumber daya masyarakat
(2) Identifikasi kebutuhan
(3) Menjamin kepuasan pelanggan
(4) Layani segala kecerdasan dan gaya ajar
(5) Menggunakan tekhnik terbaik
(6) Melatih guru/pengajar
(7) Interaksi guru-murid dalam belajar obyektif
(8) Merencanakan kurikulum
(9) Ubah sistim penilaian
(10) Mengikuti perkembangan teknologi Mutakhir
(11) Jadikan masyarakat sebagai sumber daya
(12) Beri hak memilih karya pendidikan


DAFTAR PUSTAKA
Tri Hariastuti & Saman, “Mengembangkan Kecerdasan Emosi”
Sry Setiowati dan M. Arifana, “studi keefektifan pengembangan pendidikan masa depan”

model-model membaca

MODEL-MODEL MEMBACA
A.Model Membaca Atas-Bawah (MMAB)
Teori ini dikenal sebagai model psikolinguistik dalam membaca dan teori ini dikembangkan oleh Goodman (1976). Model ini memandang kegiatan membaca sebagai bagian dari proses pengembangan skemata seseorang yakni pembaca secara stimultan (terus-menerus) menguji dan menerima atau menolak hipotesis yang ia buat sendiri pada saat proses membaca berlangsung. Pada model ini, informasi grafis hanya digunakan untuk mendukung hipotesa tentang makna. Pembaca tidak banyak lagi membutuhkan informasi grafis dari bacaan karena mereka telah memiliki modal bacaan sendiri untuk mengerti bacaan. Proses membaca model ini dimulai dengan hipotesis dan prediksi-prediksi kemudian memverifikasinya dengan menggunakan stimulus yang berupa tulisan yang ada pada teks.
Inti dari model membaca atas bawah adalah pembaca memulai proses pemahaman teks dari tataran yang lebih tinggi. Pembaca memulai tahapan membacanya dengan membaca prediksi-prediksi, hipotesis-hipotesis, dugaan-dugaan berkenaan dengan apa yang mungkin ada dalam bacaan, bermodalkan pengetahuan tentang isi dan bahasa yang dimilikinya. Untuk membantu pemahaman dengan menggunakan teori ini, pembaca menggunakan strategi yang didasarkan pada penggunaan petunjuk semantik dan sintaksis, artinya untuk mendapatkan makna bacaan, pembaca dapat menggunakan petunjuk tambahan yang berupa kompetensi berbahasa yang ia miliki. Jadi, kompetensi berbahasa dan pengetahuan tentang apa saja memainkan peran penting dalam membentuk makna bacaan.
Jadi menurut model membaca atas-bawah dapat disimpulkan bahwa pengetahuan, pengalaman dan kecerdasan pembaca diperlukan sebagai dasar dalam memahami bacaan.
Model membaca atas bawah ini berpijak pada teori psikolinguistik, mengenai interaksi antara pikiran dan bahasa. Goodman (1967) bependapat bahwa membaca itu merupakan proses yang meliputi penggunaan isyarat kebahasaan yang dipilih dari masukan yang diperoleh melalui persepsi pembaca. Pemilihannnya itu dilakukan dengan kemampuan memperkirakan. Ketika informasi itu di proses, terjadilah keputusan-keputusan sementara untuk menerima, menolak atau memperhalus. MMBA menggunakan informasi grafis itu hanya untuk mengukung atau menolak hipotesis mengenai makna.
Makna diperoleh dengan menggunakan informasi yang perlu saja dari system isyrat semantik, sintaksis, dan grafik. Isyarat grafik diturunkan dari media cetak, isyarat-isyarat lainnya berasal dari kebahasaan pembaca, pembaca mengembangkan berbagai strategi untuk memillih isyarat grafis yang paling berguna, setelah pembaca menjadi semakin terampil, informasi grafis itu semakin berkurang pula perlunya, sebab pembaca telah memiliki perbendaharaan kata dan konsep-konsep yang semakin kaya. Strategi-strategi untuk membuat perkiraan yang didasarkan pada penggunaan isyarat semantic dan sintaksis, memungkinkan pembaca untuk memahami materi dan umtuk mengantisipasi apa yang tampak berikutnya di dalam materi cetak yang sedang dibaca.
B. Model Membaca Bawah Atas (MMBA)
Pada model membaca bawah atas stuktur-struktur yang ada dalam teks itu dianggap sebagai unsure yang memainkan peran utama, sedangkan struktur-struktur yang ada dalam pengetahuan sebelumnya merupakan hal yang sekunder. MMBA pada dasarnya merupakan proses penerjemahan dekode dan encode. Decode adalah kegiatan mengubah tanda-tanda menjadi berita. Encode ialah kegiatan mengubah berita menjadi lambing-lambang. Pada MMBA pembaca mulai dengan huruf – huruf atau unit-unit yang lebih besar, dan setelah itu barulah ia melakukan antisipasi terhadap kata-kata yang diejanya itu.
Teori proses informasi (cough) bepandapat bahwa membaca itu pada dasarnya adalah penerjenahan lambang grafik kedalam bahasa lisan. Mempelajari apa yang dikatakan lambang tercetak merupakan kegiatan satu-satunya dalam proses membaca. Menrut MMBA, tugas pertama seorang pembaca ialah mendekode lambang-lambang tertulis itu menjadi bunyi-bunyi bahasa. Peran pembaca bersifat relative pasif dalam proses penerjemahan itu. Satu-satunya pengetahuan yang didiapkan ialah pengetahuan tentang hubungan antara lambang dan bunyi. Jelaslah bahwa menurut MMBA teks bacaan itu diproses okeh pembaca tanpa informasi yang mendahuluinya yang ada hubungannya dengan isi bacaan.
Inti proses membaca menurut teori ini adalah proses kengkodean kembali simbol tuturan tertulis (Harris & Sipay, 1980). Membaca dalam proses bottom-up merupakan proses yang melibatkan ketepatan, rincian, dan rangkaian persepsi dan identifikasi huruf-huruf, kata-kata, pola ejaan, dan unit bahasa lainnya. Tugas utama pembaca menurut teori ini adalah mengkode lambang-lambang yang tertulis menjadi bunyi-bunyi bahasa (Harjasuna, 1996).
Brown (2001) menyatakan bahwa pada proses bottom-up membaca terlebih dahulu mengetahui berbagai tanda linguistik, seperti huruf, morfem, suku kata, kata-kata frasa, petunjuk gramatika dan tanda wacana, kemudian menggunakan mekanisme pemrosesan yang masuk akal, koheren dan bermakna. Agar bisa memahami bacaan pada teori ini, pembaca membutuhkan keterampilan yang berhubungan dengan lambang bahasa yang digunakan dalam teks.
Menghubungkan ucapan ‘ka’ /ka/ dan ‘I’ /i/ menjadi ‘ki’ /ki/ ternyata merupakan hal yang tidak mudah bagi anak-anak yang baru mulai belajar membaca. Itulah sebabnya dalam metode fonik, konsonan-konsonan itu tidak diucapkan seperti ucapan alphabet. Huruf ‘k’ tidak di ucapkan /ka/ tetapi /kh/, huruf ‘d’ tidak di ucakan /de/ tetapi /dh/, de.
C. Model Timbal-Balik
Model Membaca Timbal-Balik (MMTB) dicanangkan oleh teoris Rumelhart (1977). Rumeljart mereaksi dua model membaca yang telah kita singgung di muka. Dia beranggapan bahwa model-model yang terdahulu itu tidak memuaskan, karena pada umumnya model-model tersebut bertitik tolak pada pandangan formalisme model-model perhitungan yang linear. Model-model itu mempunyai sifat-sifat berurut-berlanjut, tidak interaktif.

MMTB melukiskan MMBA dan MMAB berlangsung simultan pada pembaca yang mahir. Artinya, proses membaca tidak lagi menunjukkan suatu proses yang bersifat linier, tidak menjukkan proses yang berturut-berlanjut, melainkan suatu proses timbal balik yang bersifat simultan. Pada suatu saat MMBA berperan dan pada saat lain justru MMAB yang berperan. Para penganut paham MMTB percaya bahwa pemahaman itu tergantung pada informasi grafis atau informasi visual dan informasi nonvisual atau informasi yang sudah tersedia dalam pikiran pembaca. Oleh karenanya, pemahaman bisa terganggu jika ada pengetahuan yang diperlukan untuk memahami bacaan yang dibacanya tidak bisa digunakan, baik disebabkan pembaca lupa akan informasi tersebut atau mungkin juga karena skemanya terganggu.
Paradigma yang diajukan Rumelhart untuk melukiskan proses membaca itu berlainan dengan paradigma-paradigma yang pernah ada sebelumnya. Dalam kompultasi paralel selalu terjadi interaksi di antra proses-proses yang berlangsung berkelanjutan dan akhirnya sampai pada suatu kesimpulan. Rumelhart mengajukan pendapat yang menyatakan bahwa membaca sebagai kegiatan yang meliputi berbagai tipe pemrosesan informasi dan unit-unit pemrosesan itu bersifat sangat interaktif dan berlanjut. Dengan menggunakan formalisme yang dikembangkan dengan komputer, Rumelhart dapat menjelaskan secara tepat aspek-aspek membaca yang bersifat parallel dan yang bersifat interaktif. Aspek-aspek yang dikemukakan oleh Rumelhart itu sudah dijelaskan oleh para ahli yang terdahulu. Akan tetapi, penjelasan yang disampaikan para pendahulunya tidak mencapai tingkat kejelasan seperti yang dijelaskan oleh Rumelhart.
MMTB sukar dilukiskan dalam diagram dua dimensi. Dalam gambar yang berikut ini penyimpan informasi visual (PIV) mencatat informasi grafis. PIV itu disentuh oleh alat penyadap ciri (APC). Ciri-ciri yang disadap itu digunakan sebagai masukan untuk pemadu pola (PP).
PP merupakan komponen yang utama dalam model ini. Ke dalamnya bisa masuk informasi sensoris, informasi tentang kemungkinan-kemungkinan sintaksis, semantik, leksikal, dan struktur ortografis tentang berbagai untaian huruf. PP membuat keputusan berdasarkan informasi-informasi yang masuk ke dalamnya itu.
Mari kita perhatikan paradigma Rumelhart dalam gambar berikut.

Model yang dilukiskan dalam diagram di atas, menunjukkan adanya pengaruh berbgai tahapan (grafik, semantic, dan sebagainya) terhadap kegiatan membaca dalam bentuk interaktif. Yang tidak dijelaskan dalam proses tersebut ialah bagaimana komponen-komponen itu berinteraksi. Hal inilah yang kemudian menjadi bahan pemikiran ahli lain, seperti Goodman dan Ruddel. Yang tidak ada di dalam model itu ialah gambaran tentang kerja pemandu polanya sendiri.
Pengembangan gambaran proses membaca yang dibuat oleh Rumelhart merupakan sumbangan utama terhadap model-model membaca. Rumelhart menampilkan suatu model membaca yang menunjukkan komponen-komponen sensori, semantik, sintaksis, dan pragmatik yang diperoleh dalam bentuk interaktif untuk memperoleh pemahaman tentang bahasa tulis. Berbagai jenis informasi masuk ke dalam pusat berita; berbagai hipotesis dirumuskan, kemudian disetujui, ditentukan, dikukuhkan atau ditolak oleh sumber informasi yang layak. Hipotesis baru digeneralisasikan hingga pada akhirnya tercapailai hipotesis yang paling layak. Interaksi antara hipotesis dan sumber informasi dapat ditandai secara matematis dalam model probabilitas. Dengan demikian, membaca itu dipandang sebagai formulasi hopotesis, pengujian probabilitas dengan menggunakan serangkaian sumber informasi, dan akhirnya dibuatlah keputusan tentang hipotesis yang terbaik yang diterima sebagai makna.
Rumelhat telah melengkapi kita dengan pengetahuan tentang sebuah model yang cukup canggih. Dengan menggunakan model tersebut kita dapat mengatasi masalah yang berkenaan dengan proses kebahasaan seperti yang tampak pada perilaku pola membaca. Model ini mempunyai ciri yang esensial yang menjelaskan betapa proses kebahasaan peringkat yang lebih tinggi (semantik dan makna) mempermudah proses kebahasaan peringkat rendah (huruf, kata), dan betapa penguasaan atas peringkat yang lebih tinggi itu mempermudah penguasaan atas peringkat yang lebih rendah.
Model membaca yang dikemukakan oleh Rumelhart itu mengingatkan pembaca agar informasi yang dimilikinya (meskipun jumlahnya sangat terbatas) dapat dimanfaatkan pada saat melakukan kegiatan membaca. Dilihat dari bidang pengajaran, hal tersebut menunjukkan adanya kemungkinan besar bagi guru untuk menolong para siswanya menjadi pembaca yang fleksibel, ialah pembaca yang mampu mengatur kecepatan tempo bacanya sesuai dengan sifat, manfaat, tujuan, kebutuhan dan relevansi dari materi bacaan tersebut. Pembaca harus dialihkan perhatiannya dari struktur lahir bahasa (kata, huruf, kalimat, dan sebagainya) ke struktur batin, ke bagian yang menghendaki prakiraan.
Salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan memprakirakan dan menemukan makna bacaan itu ialah strategi pengajaran yang memungkinkan siswa menggunakan bahasa yang dimilikinya serta informasi pragmatik yang telah dimilikinya dalam proses menyimak dan berbicara. Guru dituntut untuk mengembangkan strategi yang mendorong siswa supaya bersikap aktif-kognitif agar dapat menjadi pembaca yang mahir.
Yang dapat kita lakukan sebagai guru adalah menciptakan lingkungan yang kondusif, yang mendorong menumbuhkan minat baca yang positif. Perlu diutamakan keyakinan bahwa dalam hal ini bukanlah kehadiran guru dalam lingkungan itu yang pertama dan utama, melainkan kehadiran siswa itu sendiri. Kemampuan membaca akan meningkat hanya dengan jalan melakukan kegiatan membaca itu sendiri. Melakukan aktifitas baca sama dengan berlatih membaca. Latihan tersebut akan mendorong mereka meningkatkan kemampuan membaca serta menemukan sendiri strategi yang paling tepat untuk dirinya dalam menghadapi bacaan.
Dalam praktek pengajaran membaca, hal tersebut menunjukkan kita pada berbagai konsep dan pandangan tentang berbagai metode pengajaran membaca. Kiranya kita perlu meninggalkan berbagai asumsi yang pernah menguasai metode pengajaran pada masa-masa silam. Sebagai contoh, guru tidak perlu lagi terlalu memikirkan adanya kebolongan kosakata yang mungkin belum diketahui siswa. Dengan keterbatasan-keterbatasan tersebut, kemudian guru berpikir bahwa pengajaran membaca tidak mungkin dilakukan.
Para guru lebih baik meyakinkan para siswanya bahwa bagaimanapun para siswa tidak perlu berkecil hati dan frustasi dengan bacaan yang sarat dengan kosakata sukar yang tidak dapat dipahaminya. Yang terpenting bagi mereka adalah bagaimana mereka dapat memanfaatkan informasi nonvisual. Informasi ini akan membantu siswa untuk merekontruksi makna dari lambang-lambang yang berupa cetakan. Perubahan sikap seperti itu akan membuat mereka percaya diri dan bergantung pada kemampuan sendiri. Hambatan kosakata yang dialaminya akan diatasi sendiri dengan jalan memproses masukan linguistik dan memadukannya dengan aspek kognitif yang dimilikinya. Dengan demikian, para siswa tidak lagi akan bergantung kepada guru atau pun sumber-sumber lainnya yang datang dari luar pada waktu mereka menghadapi masalah-masalah dalam membaca.
Model yang dianjurkan oleh Rumelhart itu mendukung salah satu keyakinan yang secara intuitif telah diterima oleh banyak orang, ialah bahwa pembaca akan lebih merasa terlayani jika kita membekali mereka dengan kesiapan untuk membaca materi yang disajikan kepada mereka. Banyak hal yang bisa dilakukan guru dalam upaya membekali pengetahuan siap mereka. Prosedur-prosedur tersebut dapat berupa kegiatan-kegiatan berikut: diskusi, pertunjukan film, karyawisata, bercerita, dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan ini bermanfaat bagi para siswa dalam upaya membantu mereka untuk menggunakan latar belakang informasi (pengetahuan) yang dimilikinya. Pengetahuan siap ini akan mempermudah proses memahami bacaan dengan lebih layak dan lebih baik.
Cara lama yang masih banyak digunakan para guru ialah pemberian tugas membaca. Pemberian tugas ini kadang-kadang merupakan tugas prasyarat untuk tugas berikutnya berupa diskusi. Tampaknya, meskipun metode pemberian tugas ini tidak terlalu jelek dan merupakan salah satu cara yang bisa digunakan untuk membangkitkan motivasi siswa, namun cara ini tampaknya sudah �ketinggalan zaman�. Bagaimanapun hal-hal yang dibawa pembaca tersebut dari proses yang dijalaninya itu. Oleh karena itu, guru boleh berkeyakinan bahwa proses membaca akan berlangsug lebih baik jika prosedur penugasan itu dibalikkan, diskusi dulu, baru kemudian membaca.
Dalam bidang metode pengajaran, model Rumelhart itu dipandang sebagai model yang sudah membaur dengan berbagai strategi pengajaran yang telah menunjukkan keberhasilannya. SQ3R misalnya, memberikan dorongan kepada siswa untuk menyurvai, bertanya dan bertanya, membuat prakiraan, dan membaca untuk menguji hipotesis. Model membaca yang baik harus dapat menjelaskan teori berbagai pendekatan yang baik untuk membaca dan belajar. Model yang baik harus pula memberikan penjelasan terhadap langkah-langkah pengajaran yang baru.
Model Rumelhart berguna sekali untuk pengajaran membaca pada peringkat sekolah menengah, baik sekolah mengengah pertama maupun peringkat di atasnya. Model ini sangat baik untuk mengakrabkan dan mendorong mereka dalam pengujian cara dan strategi membaca yang biasa mereka lakukan sendiri.
Setelah anda mempelajari dengan seksama konsep-konsep MMTB yang diprakarsai Rumelhart, bagaimana pendapat dan komentar anda terhadap prinsip-prinsip yang ada di dalamnya? Ya, mungkin anda tergolong orang yang berpendapat bahwa model Rumelhart itu tidak menarik karena di dalamnya sesungguhnya tidak ada hal-hal yang baru bagi anda. Sebagai guru, anda mungkin sudah terbiasa dengan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat terbuka yang biasa timbul dalam pikiran anda selagi membaca. Bukankah pertanyaan-pertanyaan yang muncul selagi kita membaca merupakan cerminan dari proses interaktif dari kerja mata dan kerja kognisi pada saat kita merespon bacaan. Sebagai guru anda pun sudah terbiasa dengan pemberian rangsangan-rangsangan kepada para siswa anda agar mereka membuat prakiraan-prakiraan, hipotesis, antisipasi, klasifikasi, yang memungkinkan mereka untuk berfikir secara divergen. Mungkin, kita telah melakukan sesuatu yang tidak kita ketahui landas pijaknya. Dengan pengetahuan ini, mudah-mudahan apa yang telah kita lakukan tersebut dapat kita yakini sebagai sebuah kebenaran dan sesuatu yang dapat memberikan manfaat yang lebih baik.
Dalam model Rumelhart, mungkin anda tidak melihat adanya pembicaraan tentang aplikasi. Memang, Rumelhart boleh dikatakan tidak menyinggung masalah aplikasi itu. Dia tidak pula menyinggung masalah pramembaca, yakni suatu kondisi sebelum seseorang sampai pada halaman-halaman bercetak. Dia memulai konsepnya dari halaman bercetak, dan dari situ kemudian bergerak ke depan dengan konsep-konsep interaksi.
MMTB sangat berbeda dengan MMBA seperti yang dikemukakan oleh Gough, La Berge dan Samuel (1974). MMBA bersifat linear dan berjenjang, dimulai dari pemrosesan unit linguistik yang paling kecil, yakni huruf-huruf, kemudian bergerak menuju pemrosesan kelompok huruf, kata-kata, kelompok kata, kalimat, hingga akhirnya sampai ke makna. Sebaliknya MMTB membenarkan proses yang dimulai dari peringkat yang lebih tinggi MMTB mulai dengan semantik atau makna kata. Pada peringkat yang lebih tinggi itu ada bank data yang bekerja secara simultan. Kita memiliki sintaksis, semantik, ortografi, dan leksikon yang bekerja secara serentak, tidak bekerja secara berurutan seperti halnya dalam MMBA.
Kemampuan membaca dapat dikembangkan secara baik melalui pengayaan pengalaman membaca. Siswa perlu sekali membaca materi sebanyak-banyaknya sehingga mereka dapat memahami kata dalam konteks yang berbeda-beda. Guru dapat membantu muridnya mempertinggi dan meningkatkan keterampilannya dalam membaca dengan jalan membimbing mereka untuk terus membaca sebanyak-banyaknya. Yang perlu diperhatikan benar dalam hal ini ialah sikap murid. Guru yang terlalu sering memberi tugas yang berada di luar jangkauan kemampuan muridnya akan membuat siswa terbunuh minat dan motivasinya. Salah satu upaya untuk membangkitkan minat baca siswa ialah dengan jalan menyediakan bahan bacaan yang kira-kira dapat menarik perhatian mereka.
D. Model Membaca Interaktif
Model ini merupakan kombinasi antara pemahaman model membaca atas bawah dan model membaca bawah atas. Pada model interaktif, pembaca mengadopsi pendekatan model membaca atas bawah untuk memprediksi makna, kemudian beralih ke pendekatan model membaca bawah atas untuk menguji apakah hal itu benar-benar dikatakan oleh penulis. Artinya, kedua model tersebut terjadi secara stimultan pada saat membaca.
Penganut teori ini memandang bahwa kegiatan membaca merupakan suatu interaksi antara pembaca dengan teks. Dengan teori itu, dijelaskan bagaimana seorang pembaca menguasai, menyimpan dan mempergunakan pengetahuan dalam format skemata. Kegiatan membaca adalah proses membuat hubungan yang berarti bagi informasi baru dengan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya (skemata).
Menurut pandangan interaktif, membaca diawali dengan formulasi tentang hipotesis tentang makna, kemudian dilanjutkan dengan menguraikan makna huruf, kata, dan kalimat dalam bacaan. Model interaktif adalah model membaca yang menggunakan secara serentak antara pengetahuan informasi grafik dan informasi yang ada dalam pikiran pembaca.
Proses membaca menurut pandangan interaktif adalah proses intelektual yang kompleks, mencakup dua kemampuan utama, yaitu kemampuan memahami makna kata dan kemampuan berpikir tentang konsep verbal (Rubin, 1982). Pendapat ini mengisyaratkan bahwa ketika proses membaca berlangsung, terjadi konsentrasi dua arah pada pikiran pembaca dalam waktu yang bersamaan. Dalam melakukan aktivitas membaca, pembaca secara aktif merespon dan mengungkapkan bunyi tulisan dan bahasa yang digunakan oleh penulis. Selain itu, pembaca dituntut untuk dapat mengungkapkan makna yang terkandung di dalamnya atau makna yang ingin disampaikan oleh penulis melalui teks yang dibacanya.
Kesimpulannya, dapat dikatakan bahwa membaca pemahaman merupakan proses aktif yang di dalamnya melibatkan banyak faktor. Keterlibatan faktor-faktor itu bertujuan untuk memperoleh pemahaman melalui proses interaksi antara pembaca dengan bacaan dalam peristiwa membaca.
Neil Anderson mengakui bahwa model interaktif ini adalah model paling tepat untuk diterapkan karena model ini juga merupakan gambaran yang paling baik mengenai apa yang terjadi ketika membaca. Karena itu, membaca sebenarnya adalah gabungan proses bawah-atas dan atas-bawah. Aspek Mekanis Membaca Lou E. Burmeister (1978), dalam Improving Speed of Comprehension in Reading menguraikan tentang Aspek Mekanis Membaca dengan melontarkan beberapa pertanyaan. Bagaimana mata seseorang bergerak ketika mereka membaca? Apakah mata tersebut bergerak dengan lembut, seperti ketika mengawasi seekor burung yang sedang terbang atau menyaksikan pesawat terbang yang sedang mendarat? Atau apakah mata bergerak, berhenti, bergerak, berhenti lagi, bergerak lagi dan berhenti lagi? Penelitian dalam ranah ini jelas menarik bagi para ilmuwan pendidikan yang banyak berhubungan dengan masalah penelitian akademis, sedangkan hasilnya diperkirakan banyak menarik minat para instruktur pengajaran bahasa yang lebih banyak berkiprah dalam ranah yang jauh lebih bersifat praktikal.
Salah satu metodologi yang digunakan untuk meneliti pergerakan mata, yang menurut penggagasnya dapat dilakukan oleh siapa saja dan kapan saja dalam kelas pengajaran bahasa, adalah dengan meminta salah seorang memperhatikan mata seseorang ketika dia sedang membaca. Apakah mata si pembaca bergerak dengan lembut? Jika mata tersebut bergerak dengan lembut, maka dapat dipastikan bahwa dia tidak sedang membaca, kata Lou E. Burmeister. Lebih jauh pakar pendidikan ini mengatakan bahwa dalam kenyataannya, tentu saja berdasarkan hasil penelitiannya selama bertahun-tahun, kata (atau kata-kata) hanya dapat dibaca apabila mata tidak bergerak. Hanya apabila mata berhenti bergerak, atau terpusat pada satu bagian dari kata, pada satu kata, atau pada satu frase, maka barulah si pembaca mendapatkan apa yang dinamakan citra visual. Berikutnya, jika memang dikehendaki mata akan bergerak untuk kemudian berhenti lagi jika si pembaca ingin mendapatkan citra visual yang lain. Atau dengan kata lain, dalam membaca mata seorang pembaca haruslah berhenti, bergerak, berhenti lagi, bergerak lagi, dan seterusnya, jika dia menginginkan memahami apa yang dibacanya.
Dalam keadaan sebenarnya, khususnya ketika seseorang membaca secara berkelanjutan dan bukannya hanya satu kata saja, proses berhenti dan bergerak ini mungkin memerlukan waktu tidak lebih dari seperenam detik. George D. Spathe (1962) dalam Is This a Breakthrough in Reading? menyatakan bahwa lebar rentang jarak yang diperlukan sepasang mata dalam membaca tidak dapat melebihi tiga kata, atau dengan kata lain seorang pembaca yang paling cepat sekali pun, berdasarkan hasil penelitian ini, tidak akan mampu membaca lebih banyak dari tiga kata dalam satu periode tertentu sebelum dia menggerakkan kembali matanya menuju ke kelompok kata yang lain.











DAFTAR PUSTAKA
http://ilmucomputer2.blogspot.com/2009/09/model-membaca-interaktif.html
http://daudp65.byethost4.com/baca2/reading-models3.htm
Harjasujana, Ahmad S. 1988. Materi Pokok Membaca. Jakarta: Karunika