Minggu, 18 Desember 2011

SELAKSA CINTA PILU

SELAKSA CINTA PILU
Hembusan angin menerpa tubuh danau toba hingga membuat danau tersebut sedikit bergelombang. Aku dan kekasihku Fajar tidak henti-hentinya memuja keindahan Danau Toba yang begitu mempesona, dalam bisik kuucapkan sungguh ajaib Tuhan yang telah menciptakan danau itu. Danau Toba merupakan suatu objek wisata yang memiliki keindahan yang sangat luar biasa, mempesona, udara yang masih segar, pemandangan yang indah dan siapa saja yang melihatnya pasti terkesima dan merasa nyaman tinggal di tempat itu. Bahkan akan terkagum-kagum seperti kami melihat panorama alam yang menjulang luas di sekitar Danau Toba.
Aku menyandarkan tubuh kebahu kekasihku kemudian ia pun mengelus-elus kepalaku. Di danau itu Fajar mengucapakan janji bahwa ia akan selalu setia dan takkan pernah meninggalkan aku serta cinta yang telah kami bina. Aku semakin tenang dan damai bila berada disamping kekasihku karena ia tahu apa yang kuinginkan dan ia juga selalu perhatian.
Setelah puas menikmati paronama itu kami beranjak pulang ke Medah karena jam sudah menunjukkan pukul 16.00 WIB. Berat rasanya meninggalkan tempat itu namun, kami harus tetap pulang. Kami pulang dengan mengendarai sepeda motor dalam perjalanan udara terasa sangat dingin menusuk tulang-tulang hingga sekali-kali menggigil kedinginan hal ini menyebabkan kekasihku agak gemetaran ketika membawa sepeda motornya dan tiba-tiba dari belakang ada sebuah truk yang menyerempet dari samping sepeda motor kami hingga kami terjatuh di jalan raya, ingin rasanya aku membuka mata tetapi aku tak mampu dan aku pun tidak tahu apa yang terjadi setelah itu.
Ketika aku membuka mata, aku merasa bingung karena aku melihat seorang dokter berdiri disampingku dan barulah aku teringat bahwa semalam kami kecelakan ketika mau pulang ke Medan kemudia aku teringat dengan kekasihku dan aku pun menayakannya pada dokter.
Dok, temanku yang semalam kecelakaan dimana dok dan giman keadaanya?
Oh, ia dirawat diruang UGD. Sahutnya
Dengan langkah yang agak berat aku pun menuju ruang rawat kekasihku, ketika melihat keadaanya tak terasa air mata telah membanjiri pelupuk. Sekujur kaki, tangan dan wajahnya di perban karena penuh dengan luka. Siang harinya ibu kekasihku datang kerumah sakit tempat kami dirawat, dengan tatapan yang sinis ibunya memandang aku tanpa menyapa. Aku tersenyum pada ibunya tetapi ia malah buang muka seakan-akan akulah dalang dibalik kejadian itu. Namun aku tetap berusaha untuk tegar menjalaninya.
***
Tak terasa sudah tiga hari lamanya kekasihku dirawat dan belum ada tanda-tanda untuk sembuh, aku sedih melihatnya dan setiap malam aku selalu mendoakannya agar dalam lindungan Tuhan sebab aku sangat mencintainya bahkan terlalu mencintainya. Aku beranjak pergi keluar dari ruang rawat, rencana ingin menikmati udara segar diluar sambil menatap kekosongan diri aku menerawang jauh kesudut Danau Toba, kembali teringat olehku beberapa hari yang lalu kami masih meajut cinta bersama tapi kini telah berubah menjadi bencana memilukan.
Hari keempat kami telah diperbolehkan pulang ke Medan, hal ini tentu membuat aku senang tetapi ada hal yang pilu kurasakan ketika kekasihku tidak bisa berjalan seperti layaknya manusia biasa atau dia kini telah lumpuh. Aku turut prihatin dengan keadaanya dan ketika ku tatap wajahnya yang sayu itu seolah-olah ia berusaha untuk tersenyum tapi senyum itu hambar rasanya.
Tak terasa kami sudah sampai di Medan, lama rasanya di perjalanan karena dalam mobil tak ada suara bahkan ibunya Fajar pun hanya diam sambil memandang hamparan pemandangan sekitar Parapat-Medan. Sempat tadi dalam mobil kusapa ibunya Fajar tetapi ia tidak memberikan respon terhadap aku, melihat hal ini aku menjadi bingung harus berbuat apa dan kusimpulkan sendiri mungkin lebih baik berdiam diri. Sesampai di rumah Fajar kami turun, kemudian ibunya Fajar berkata “lebih baik kamu pulang saja” imbuhnya.
Ia bu” sahutku
Aku tak dapat berkata apa-apa lagi selain menuruti kata-kata ibunya Fajar. Aku belum sempat permisi sama Fajar karena ia langsung dibawa masuk oleh ibunya. Melangkahkan kaki dari rumah itu berat sekali karena aku tidak dapat merawat bahkan berkunjung untuk melihat kekasihku sendiri, aku merasa terpukul dan kehilangan kebahagiaan yang telah kurajut bersama dengan Fajar.
Dua bulan telah berlalu, aku tidak mendapatkan kabar apa-apa tentang kekasihku. Pernah kucoba ke rumahnya tetapi rumah itu tertutup hingga aku tak bisa melihat Fajar. Dalam malamku selalu kulantunkan doa agar kekasihku beroleh kesehatan dan kembali seperti dulu lagi karena aku rindu masa-masa dulu ketika aku bersamanya dan aku ingat betul janji kami di danau toba, bahwa ia tidak akan pernah meninggalkan aku. Rasa rinduku padanya tak bisa ku pendam lagi dan aku pun memberanikan diri untuk masuk ke rumahnya dan setelah sampai disana.
“kamu mau ngapain lagi kemari?”. Kata ibu Fajar
Maaf bu, saya sudah lancang datang kemari tetapi saya ingin melihat Fajar bu, aku sangat mencintainya bu, tolong jangan larang saya untuk menjenguknya bu, aku mohon bu “ isakku sambil berlutut.
Aku menceritakan awal kejadian yang menimpa kami dalam perjalanan. Akhirnya hati ibu Fajar pun luluh dan ia menangis, melihat ibu Fajar menagis aku pun menjadi ikut menagis. Aku memeluk tubuh ibu itu dan seraya menghapus air matanya.
Bu bisakah aku melihat keadaan Fajar? Tanyaku
Nak, kamu harus tahu hal ini, tiga hari yang lalu Fajar telah pergi meninggalkan dunia, dia sudah lain dunia dengan kita“ isaknya
Aku terkejut mendengar hal itu, tak terasa air mata kini telah membanjiri pelupuk. Ingin rasanya aku berteriak tetapi aku tak mampu, badanku terkujur lemas dn aku tak tahu lagi apa yang terjadi padaku saat itu karena aku pingsan. Ketika aku membuka mata aku melihat ibunya Fajar ada disampingku dan ian pun minta maaf padaku karena selama ini ia melarang aku untuk menjumpai Fajar padahal selama ini Fajar juga ingin bertemu dan ia juga sangat merindukanku.
Beberapa saat kemudian aku minta ijin untuk pulang, setelah sampai di rumah aku menangis lagi karena teringat akan janji kami bahwa Fajar tidak akan pernah meninggalkan aku. Aku juga teringat pada saat aku terkhir bertemu Fajar dan itulah senyum terakhir yang bisa kulihat. Keesok harinya aku pergi ke parapat dan duduk ditempat dimana aku dan Fajar berjanji, aku lemah ketika aku membayangkan semuanya tetapi seakan-akan bisikan serta riakan air Danau Toba memberikan semangat padaku agar aku jangan putus asa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar